Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

98 Persen Manusia di Bumi Rasakan 3 Bulan Terpanas Sepanjang Sejarah

Kompas.com - 11/09/2023, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pada Juni hingga Agustus tahun ini, hampir seluruh manusia di Bumi merasakan suhu yang lebih tinggi dari biasanya.

Tingginya suhu Bumi yang dirasakan hampir seluruh populasi Bumi tersebut tidak bisa dilepaskan karena faktor perubahan iklim dan pemanasan global akibat aktivitas manusia.

Laporan tersebut disampaikan oleh Climate Central, sebuah kelompok penelitian yang berbasis di AS, dalam studi terbarunya.

Baca juga: NASA: Juli 2023 Jadi Bulan Terpanas Sejak 1880

Dalam studi yang dilakukan oleh Climate Central menyebutkan, 98 persen populasi Bumi selama tiga bulan yakni Juni hingga Agustus terpapar suhu yang lebih tinggi sepanjang sejarha pencatatan suhu.

Studi tersebut dilakukan di 180 negara dan 22 wilayah, sebagaimana dilansir Reuters, Sabtu (9/9/2023).

Climate Central membandingkan suhu yang diamati dengan suhu yang dari permodelan dengan menghilangkan pengaruh emisi gas rumah kaca.

“Hampir tidak ada seorang pun di bumi yang lolos dari pengaruh pemanasan global selama tiga bulan terakhir,” kata Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central Andrew Pershing.

Baca juga: Juli 2023 Dinobatkan Sebagai Bulan Terpanas, Darat dan Laut Dilanda Suhu Tinggi

Dia menuturkan, bahkan di belahan Bumi selatan, kenaikan suhu juga terjadi. Padahal, periode Juni sampai Agustus di wilayah tersebut biasanya mengalami masa terdingin.

“Di setiap negara yang dapat kami analisis, termasuk belahan bumi selatan, kami melihat suhu yang sulit dicapai – dan dalam beberapa kasus hampir tidak mungkin – tanpa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” tutur Pershing.

Climate Central menyebutkan, 6,2 miliar orang mengalami setidaknya satu hari suhu rata-rata yang setidaknya lima kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim.

Di belahan bumi utara, musim panas tahun ini menjadi musim panas terpanas sejak pencatatan suhu dimulai.

Gelombang panas yang terjadi di Amerika Utara dan Eropa Selatan menyebabkan bencana kebakaran hutan dan lonjakan angka kematian.

Baca juga: Lautan Kembali Pecahkan Rekor Terpanas, Bahaya Besar Mengintai

Juli tahun ini juga dinobatkan sebagai bulan terpanas yang pernah tercatat, sementara suhu rata-rata pada Agustus 1,5 derajat celsius lebih tinggi dibandingkan masa praindustri.

Ilmuwan iklim dari Grantham Institute for Climate Change and the Environment Friederike Otto menuturkan, gelombang panas di Amerika Utara dan Eropa Selatan tidak mungkin terjadi tanpa perubahan iklim.

Otto menyampaikan, pihaknya mengamati keterkaitan gelombang panas di Amerika Utara dan Eropa Selatan dengan perubahan iklim.

Hasilnya, gelombang panas yang terjadi di wilayah tersebut lima kali lebih besar kemungkinannya terjadi karena perubahan iklim.

“Hal ini jauh lebih mungkin terjadi karena hal ini tidak akan terjadi tanpa adanya perubahan iklim,” papar Otto.

Baca juga: Samudra Atlantik Utara Laporkan Suhu Terpanas, Capai 24,9 Derajat Celsius

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau