Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lokasi Pembangunan PLTN Sedang Digodok, Kalimantan Barat Paling Potensial

Kompas.com, 11 September 2023, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Dewan Energi Nasional (DEN) menggelar focus group discussion untuk mengkaji potensi lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.

Kajian ini diperlukan sebagai masukan untuk draf naskah akademis Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Kajian tersebut juga diharapkan menjadi masukan untuk Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Penyediaan Tenaga Listrik Berbasis Energi Nuklir.

Baca juga: Dunia Berlomba-lomba Capai Netralitas Karbon, Permintaan Uranium untuk PLTN Bakal Melonjak

Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Suparman menyampaikan, ada 28 wilayah potensial yang bisa menjadi lokasi pembangunan PLTN.

Proyeksi total kapasitas terpasang PLTN bisa mencapai 70 gigawatt (GW) pada 2060. Potensi wilayah terbanyak ada di Kalimantan Barat.

Pemilihan lokasi tersebut mempertimbangkan sejumlah kriteria seperti peak ground acceleration kurang dari 0,6 gal, bebas dari bahaya gunung api, dan jauh dari patahan atau sesar aktif sepanjang 5 km.

“PLTN pertama diusulkan untuk dibangun di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat dengan teknologi small modular reactor (reaktor modular kecil),” ucap Suparman dilansir dari situs web DEN, Sabtu (9/9/2023).

Baca juga: Menanti PLTN di Indonesia

“Ke depannya, secara bertahap dapat dibangun PLTN berukuran besar serta micro reactor sebagai pengganti biodiesel untuk daerah terpencil,” jelas Suparman.

Menanggapi usulan tersebut, ahli dari PT Indonesia Power Sugeng Triyono mengusulkan agar PLTN pertama dibangun di Pulau Semesak, Kabupaten Bengkayang, dengan mempertimbangkan aspek sosial, keamanan, dan geologi.

Anggota DEN Agus Puji Prasetyono mengatakan, PLTN diharapkan dapat ada di bauran pembangkit listrik dalam draf pembaruan KEN.

“PLTN diproyeksikan dapat berkontribusi pada bauran pembangkit listrik secara bertahap dari 0,25 GW pada tahun 2032 hingga 45 GW untuk skenario rendah, dan 54 GW untuk skenario tinggi pada 2060,” ungkap Agus.

Agus menuturkan, mengacu pada pedoman badan energi atom internasional atau IAEA, ada tiga kriteria persyaratan pembangunan PLTN fase satu yang belum terpenuhi.

Baca juga: Limbah PLTN Fukushima Mungkinkah Sampai ke Laut Indonesia?

Ketiga kriteria tersebut adalah posisi nasional, pembentukan Komite Pelaksana Program Energi Nuklir (KPPEN), dan keterlibatan pemangku kepentingan.

“KPPEN perlu segera dibentuk, sebab waktu pengembangan PLTN membutuhkan waktu cukup lama, sekitar 10 sampai 15 tahun,” terang Agus.

Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Sekretariat Jenderal DEN Yunus Saefulhak menjelaskan pentingnya percepatan pembangunan PLTN dan tugas fungsi masing kementerian atau lembaga.

Yunus juga menyampaikan opsi bila tidak memungkinkan dibentuk organisasi persiapan pembangunan pembangkit nuklir atau NEPIO, maka cukup dibentuk Tim Percepatan Pembangunan PLTN yang kuat.

Di sisi lain, Anggota DEN As Natio Lasman menekankan aspek keselamatan dan keamanan PLTN, serta manfaat bagi masyarakat sekitar pembangkit.

Baca juga: Energi Nuklir Jadi Bagian Rencana Jangka Panjang Indonesia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
LSM/Figur
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Pemerintah
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Pemerintah
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
LSM/Figur
Survei HSBC: 95 Persen CEO Anggap Transisi Iklim Peluang Pertumbuhan Bisnis
Survei HSBC: 95 Persen CEO Anggap Transisi Iklim Peluang Pertumbuhan Bisnis
Pemerintah
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Pemerintah
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Melawan Korupsi Transisi Energi
Melawan Korupsi Transisi Energi
Pemerintah
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
Pemerintah
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
LSM/Figur
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau