KOMPAS.com – Dewan Energi Nasional (DEN) menggelar focus group discussion untuk mengkaji potensi lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
Kajian ini diperlukan sebagai masukan untuk draf naskah akademis Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Kajian tersebut juga diharapkan menjadi masukan untuk Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Penyediaan Tenaga Listrik Berbasis Energi Nuklir.
Baca juga: Dunia Berlomba-lomba Capai Netralitas Karbon, Permintaan Uranium untuk PLTN Bakal Melonjak
Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Suparman menyampaikan, ada 28 wilayah potensial yang bisa menjadi lokasi pembangunan PLTN.
Proyeksi total kapasitas terpasang PLTN bisa mencapai 70 gigawatt (GW) pada 2060. Potensi wilayah terbanyak ada di Kalimantan Barat.
Pemilihan lokasi tersebut mempertimbangkan sejumlah kriteria seperti peak ground acceleration kurang dari 0,6 gal, bebas dari bahaya gunung api, dan jauh dari patahan atau sesar aktif sepanjang 5 km.
“PLTN pertama diusulkan untuk dibangun di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat dengan teknologi small modular reactor (reaktor modular kecil),” ucap Suparman dilansir dari situs web DEN, Sabtu (9/9/2023).
Baca juga: Menanti PLTN di Indonesia
“Ke depannya, secara bertahap dapat dibangun PLTN berukuran besar serta micro reactor sebagai pengganti biodiesel untuk daerah terpencil,” jelas Suparman.
Menanggapi usulan tersebut, ahli dari PT Indonesia Power Sugeng Triyono mengusulkan agar PLTN pertama dibangun di Pulau Semesak, Kabupaten Bengkayang, dengan mempertimbangkan aspek sosial, keamanan, dan geologi.
Anggota DEN Agus Puji Prasetyono mengatakan, PLTN diharapkan dapat ada di bauran pembangkit listrik dalam draf pembaruan KEN.
“PLTN diproyeksikan dapat berkontribusi pada bauran pembangkit listrik secara bertahap dari 0,25 GW pada tahun 2032 hingga 45 GW untuk skenario rendah, dan 54 GW untuk skenario tinggi pada 2060,” ungkap Agus.
Agus menuturkan, mengacu pada pedoman badan energi atom internasional atau IAEA, ada tiga kriteria persyaratan pembangunan PLTN fase satu yang belum terpenuhi.
Baca juga: Limbah PLTN Fukushima Mungkinkah Sampai ke Laut Indonesia?
Ketiga kriteria tersebut adalah posisi nasional, pembentukan Komite Pelaksana Program Energi Nuklir (KPPEN), dan keterlibatan pemangku kepentingan.
“KPPEN perlu segera dibentuk, sebab waktu pengembangan PLTN membutuhkan waktu cukup lama, sekitar 10 sampai 15 tahun,” terang Agus.
Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Sekretariat Jenderal DEN Yunus Saefulhak menjelaskan pentingnya percepatan pembangunan PLTN dan tugas fungsi masing kementerian atau lembaga.
Yunus juga menyampaikan opsi bila tidak memungkinkan dibentuk organisasi persiapan pembangunan pembangkit nuklir atau NEPIO, maka cukup dibentuk Tim Percepatan Pembangunan PLTN yang kuat.
Di sisi lain, Anggota DEN As Natio Lasman menekankan aspek keselamatan dan keamanan PLTN, serta manfaat bagi masyarakat sekitar pembangkit.
Baca juga: Energi Nuklir Jadi Bagian Rencana Jangka Panjang Indonesia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya