Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/10/2023, 13:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Seiring bertambahnya populasi di seluruh dunia, keputusan untuk membangun secara berkelanjutan bukan lagi merupakan pilihan pribadi, melainkan sebuah peraturan dan kewajiban.

Pasalnya, bangunan menghabiskan sekitar 20-50 persen sumber daya fisik yang diambil manusia. Perdagangan bangunan juga dianggap sebagai merupakan konsumen besar sumber daya alam seperti kayu, mineral, air, dan energi.

Bahkan, bangunan akan terus menjadi penyebab langsung polusi karena emisi yang dihasilkan atau dampaknya terhadap tanah.

Oleh karena itu, penting bagi para pemimpin industri untuk mulai mengadopsi praktik pembangunan yang lebih berkelanjutan.

Baca juga: Lebih Jauh dengan FABA yang Tak Lagi Masuk Kategori Limbah Berbahaya

Hal ini tidak hanya akan memberikan manfaat bagi lingkungan, namun perusahaan juga akan melihat peningkatan citra merek, pemegang saham yang lebih happy, dan pengurangan biaya.

Strategi-strategi konstruksi berkelanjutan pun bermunculan dengan cepat dan mengatasi konsekuensi-konsekuensi mendesak selama dan di luar arsitektur dan konstruksi.

Perusahaan arsitektur dan konstruksi semakin banyak bekerja sama dalam proyek untuk menggunakan kembali bangunan yang ada guna digunakan kembali sebagai perumahan dan ruang kantor baru.

Transformasi dan retrofit struktur yang sudah berdiri akan mengurangi jumlah material dan energi baru yang diperlukan untuk suatu proyek sekaligus memberikan kehidupan baru dan mempertahankan sejarah suatu komunitas.

Mengenai komponen spesifik yang digunakan dalam konstruksi, penting untuk mempertimbangkan dampak karbon dari suatu material.

Bahan bangunan yang umum digunakan seperti beton, baja, dan plastik kokoh cenderung mengeluarkan karbon dioksida dalam jumlah lebih tinggi.

Sebaliknya, bahan biomassa yang terdiri dari kayu dan bahan tumbuhan lainnya dapat menyerap dan menyimpan karbon dioksida.

Baca juga: Limbah Batu Bara FABA Bisa Jadi Beton Mutu Tinggi

Oleh karena itu, gantikan atau imbangi sepenuhnya material yang lebih keras dengan material yang ramah karbon dioksida, sehingga meminimalkan dampak perubahan iklim.

Banyak bangunan mulai mengintegrasikan penyimpanan energi dan pembangkit listrik secara internal dibandingkan mengandalkan jaringan distribusi tradisional yang sudah berusia puluhan tahun untuk menjalankan operasionalnya.

Memiliki jaringan listrik baru yang terorganisasi secara terpusat memungkinkan pemilik rumah dan dunia usaha memanfaatkan alokasi dan penciptaan energi yang dapat diandalkan dalam ruang yang lebih kecil.

Berikut beberapa bahan alternatif yang dapat digunakan:

1. Batu Bata Wol

Menggabungkan wol dan polimer alami yang ditemukan dalam rumput laut dengan tanah liat dalam batu bata. Hal ini membuatnya 37 persen lebih kuat dibandingkan batu bata tradisional, sangat tahan terhadap iklim dingin dan basah, serta tidak beracun.

2. Ubin Surya

Terbuat dari kaca, ubin surya terintegrasi penuh ke dalam bangunan, tidak seperti unit surya biasa. Mereka adalah alternatif yang berguna untuk genteng tradisional yang terbuat dari beton atau tanah liat.

3. Beton Berkelanjutan

Kaca pecah, serpihan kayu, dan terak ditambahkan ke beton tradisional untuk menggunakan lebih sedikit material.

4. Insulasi Kertas

Terbuat dari koran dan karton daur ulang, bahan ini tahan serangga dan tahan api bila dicampur dengan boraks, asam borat, dan kalsium karbonat.

5. Jendela Kaca Tiga Kali Lipat

Ini mencakup tiga lapisan kaca, bukan satu. Kaca menciptakan insulasi yang lebih kuat dengan menggunakan kripton di antara lapisan untuk membantu insulasi.

Lapisan dengan emisivitas rendah yang ditambahkan pada kaca dapat mencegah keluarnya panas lebih lanjut.

6. Bal Jerami

Memberikan isolasi tingkat tinggi dari iklim panas dan dingin sekaligus terjangkau dan berkelanjutan.

7. Grasscrete

Suatu metode peletakan lantai beton dengan pola terbuka agar rumput dan tanaman dapat tumbuh guna meningkatkan penyerapan dan drainase badai dan air hujan.

8. Rammed Earth

Tanah yang dipadatkan dengan sangat rapat dalam bentuk kayu, selanjutnya dapat ditopang dengan besi beton atau bambu. Kerusakan mekanis dapat mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia.

9. HempCrete

Bahan terbuat dari serat bagian dalam kayu tanaman rami, diikat dengan kapur untuk menghasilkan bahan seperti beton yang membuatnya kuat dan ringan.

10. Bambu

Bambu adalah bahan terbarukan berkekuatan tarik tinggi, ringan, dan tumbuh cepat yang digunakan untuk rangka bangunan dan tempat berlindung. Ini dapat digunakan sebagai alternatif pengganti beton dan tulangan.

11. Miselium

Terbuat dari struktur akar jamur dan jamur, tahan air, api, dan jamur. Biasanya dibentuk menjadi bentuk batu bata, bahkan bisa menghentikan peluru! Batu bata ini juga dapat menahan suhu ekstrem.

12. Ferrock

Menggunakan bahan daur ulang termasuk debu baja untuk membuat bahan bangunan seperti beton namun lebih kuat dari beton.

13. AshCrete

Alternatif beton yang menggunakan fly ash sebagai pengganti semen. Fly ash adalah produk sampingan dari pembakaran batu bara.

Ashcrete memungkinkan 97 persen komponen tradisional dalam beton diganti dengan bahan daur ulang.

14. Kayu beton

Terbuat dari serbuk gergaji dan beton, lebih ringan dari beton, dan mengurangi emisi transportasi. Timercrete dapat dibentuk menjadi bentuk balok, batu bata, dan paver.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau