KOMPAS.com – Total luas area indikatif kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak Januari hingga 21 Agustus 2023 telah mencapai 262.000 hektare.
Luas hutan dan lahan yang terbakar periode Januari-Agustus 2023 lebih tinggi dibandingkan 2022 yakni sebesar 204.000 hektare.
Temuan tersebut mengemuka dalam laporan berjudul "Ancaman Karhutla di Kala El-Nino Menerpa: Update Karhutla Indonesia Januari-Agustus 2023" yang dirilis Yayasan Madani Berkelanjutan.
Baca juga: Cegah Karhutla di Jalan Tol, Hutama Karya Siapkan Langkah Antisipatif
Luas area hutan dan lahan yang terbakar kemungkinan besar akan bertambah mengingat tahun 2023 masih tersisa beberapa bulan lagi, ditambah fenomena El Nino belum mencapai puncaknya.
El Nino adalah fenomena tahunan pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Fenomena tersebut membuat suhu rata-rata di beberapa wilayah di dunia, termasuk Indonesia, menjadi meningkat.
“Kenaikan luas area indikatif terbakar yang cukup ekstrem terjadi di Provinsi Kalimantan Barat dengan kenaikan 30 kali lipat pada Agustus 2023 dibandingkan Juni 2023,” kata para penulis dalam laporan tersebut.
Area indikatif terbakar di wilayah izin dan konsesi melejit berkali-kali lipat selama Juni hingga Agustus.
Baca juga: Tabung Disinfektan Bekas Covid-19 Jadi Sarana Penanggulangan Karhutla di Babel
Menurut laporan tersebut, luas area indikatif terbakar di izin perkebunan sawit naik 24 kali lipat dan di Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Alam (PBPH-HA) naik 17 kali lipat.
Sedangkan di Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Tanaman (PBPH-HT) dan konsesi minerba masing-masing naik 15 kali lipat. Kebakaran di konsesi migas naik 10 kali lipat.
Di sisi lain, dua dari sepuluh provinsi dengan total area indikatif terbakar terluas, yaitu Aceh dan Papua, belum menetapkan status siaga darurat karhutla.
“Area hutan dan lahan yang terbakar bisa meningkat pesat pabila upaya penanggulangan karhutla kurang intensif,” papar laporan tersebut.
Sementara itu, area indikatif terbakar wilayah ekosistem gambut, Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB), dan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS), mengalami penurunan dibandingkan 2022.
Baca juga: Waspadai Puncak Kerawanan Karhutla September Ini
Meskipun turun dibandingkan tahun sebelumnya, kebakaran di area tersebut tetap harus menjadi perhatian karena merupakan area prioritas untuk dilindungi.
Akumulasi luas area indikatif terbakar di ekosistem gambut pada Januari-21 Agustus 2023 mencapai 45.000 hektare ha atau 18 persen. Luasan ini turun dibandingkan tahun lalu sebesar 37 persen.
Area indikatif terbakar di ekosistem gambut perlu menjadi perhatian khusus karena sulit dipadamkan, melepaskan emisi gas rumah kaca (GRK) yang besar, dan menimbulkan kabut asap yang membahayakan kesehatan.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memperingatkan ancaman karhutla di tengah suhu panas.
Tenaga Ahli Menteri LHK Bidang Manajemen Landscape Fire Raffles B Panjaitan menyampaikan, puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus dan September.
Baca juga: Karhutla di Kalbar Meluas, Ini Upaya Mitigasi Kementerian LHK
“Bulan September ini, cuaca untuk wilayah Indonesia masih sangat panas. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab munculnya karhutla,” kata Raffles dalam siaran pers Kementerian LHK, 12 September.
Dia menegaskan, upaya mitigasi kebakaran hutan sudah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Beberapa contoh upaya yang dilakukan seperti memetakan wilayah rawan kebakaran untuk ditangani, pengembangan hutan kemasyarakatan, dan pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan.
Selain itu pengelolaan kawasan hutan dengan membuat ilaran, sekat bakar, dan sekat kanal.
Pelatihan penanggulangan bencana juga diberikan kepada masyarakat, serta pengembangan inovasi pengendalian karhutla.
Baca juga: Ada 6 Titik Rawan Karhutla di Tol Trans-Sumatera, Ini Upaya HK
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya