KOMPAS.com – Kekeringan parah yang disebabkan oleh perubahan iklim membuat produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) mengalami penurunan secara global.
Hal tersebut semakin memperparah siklus lingkaran setan perubahan iklim, di mana emisi yang dilepaskan tidak bisa menurun karena listrik yang disuplai PLTA diganti dengan energi fosil.
Laporan tersebut disampaikan lembaga think tank energi Ember dalam laporannya yang dirilis pada Kamis (5/10/2023).
Baca juga: Waduk Saguling Surut, Operasional PLTA Jadi Terdampak
Pada paruh pertama tahun ini, total emisi di sektor ketenagalistrikan meningkat 0,2 persen, sebagaimana dilansir Reuters.
Padahal, kontribusi listrik yang diproduksi pembangkit listik tenaga bayu (PLTB) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di dunia meningkat 14,3 persen pada periode yang sama.
“Meskipun melihat pertumbuhan energi bayu dan surya yang luar biasa merupakan hal yang menggembirakan, kita tidak dapat mengabaikan kenyataan nyata dari kondisi hidro yang merugikan yang diperburuk oleh perubahan iklim,” kata analis listrik senior Ember, Malgorzata Wiatros-Motyka.
Produksi listrik dari PLTA menurun sekitar 177 terawatt-jam (TWh) akibat kekeringan, dan China menyumbang hampir 75 persen dari total penurunan itu.
Baca juga: 10 Negara dengan PLTA Terbanyak di Dunia
Data menunjukkan bahwa emisi karbon akan turun sebesar 2,9 persen jika PLTA tetap beroperasi stabil dari tahun ke tahun.
Guna mencukupi kebutuhan energi yang tidak bisa dipenuhi PLTA karena kekeringan, bahan bakar fosil dipakai untuk menutupinya.
Di China, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) meningkat 8 persen. Sedangkan di AS, PLTG meningkat 8,1 persen.
Namun, pertumbuhan permintaan listrik yang rendah pada paruh pertama 2023 cukup membantu menekan peningkatan emisi.
Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Tingkat pertumbuhan permintaan listrik total di dunia hanya 0,4 persen. Angka ini sangat rendah bila dibandingkan rata-rata pertumbuhan selama 10 tahun yaitu 2,6 persen.
Pertumbuhan pasokan listrik dari PLTS juga cukup membantu menurunkan total emisi. Sebanyak 104 TWh listrik dari PLTS masuk ke dalam bauran energi global.
Akan tetapi, pertumbuhan produksi listrik dari PLTB dan PLTS masih berada di bawah tingkat absolut pada 2022.
Badan Energi Internasional (IEA) baru-baru ini menyebutan, energi terbarukan perlu tumbuh dengan hingga tiga kali lipat pada akhir dekade ini agar target mencegah kenaikan suhu 1,5 derajat dapat tercapai.
Baca juga: Bukaka Jamin Smelter Nikel Tahap II Palopo Ramah Lingkungan, Andalkan Listrik PLTA
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya