Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sungai Amazon Mengering Parah, Ribuan Ikan Mati, Masyarakat Terancam

Kompas.com, 12 Oktober 2023, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Berbagai aliran sungai di Hutan Hujan Amazon, Brasil, mengalami kekeringan parah hingga permukaan air mencapai rekor terendah.

Puluhan lumba-lumba sungai mati dan terdampar di bibir sungai. Ribuan ikan tak bernyawa mengapung di permukaan.

Denyut kehidupan masyarakat turut terancam. Mereka yang mengandalkan aliran sungai untuk distribusi bahan bakar, makanan, atau air bersih tidak bisa mengaksesnya karena kapal tak bisa berlayar.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Produksi Listrik PLTA Menurun karena Kekeringan

Potret tersebut menjadi gambaran pilu di tengah kekeringan ekstrem yang melanda Amazon. Kehidupan ratusan ribu orang dan satwa liar terancam.

Ketinggian air mencatatkan rekor paling rendah dalam sejarah. Kabar buruknya, sejumlah ahli memperkirakan situasi tersebut bisa berlangsung hingga awal 2024.

Dilansi dari AP, Minggu (8/10/2023), dalam 40 tahun lebih, delapan negara bagian di Brasil melaporkan curah hujan terendah pada periode Juli hingga September.

Menurut pusat peringatan bencana Brasil, CEMADEN, sungai-sungai di Amazon mengalami kekeringan parah. Padahal, aliran sungai tersebut menyuplai 20 persen air tawar di Bumi.

Pada Jumat (6/10/2023), 42 dari 62 kota yang di Negara Bagian Amazonas, Brasil, telah mengumumkan keadaan darurat.

Sekitar 250.000 orang telah terkena dampak kekeringan sejauh ini. Dan jumlah tersebut mungkin akan meningkat dua kali lipat pada akhir tahun.

Baca juga: Nojorono Kudus Salurkan Air Bersih untuk Warga Terdampak Kekeringan

Di Cagar Alam Ekstraktif Auati-Parana, sekitar 700 mil sebelah barat Danau Puraquequara, lebih dari 300 keluarga yang tinggal di tepi sungai kesulitan untuk mendapatkan makanan dan kebutuhan lainnya.

Hanya ada kano kecil dengan muatan sangat sedikit yang dapat berlayar ke kota terdekat. Karena level air sangat dangkal, perjalanan yang biasanya sembilan jam melonjak jadi 14 jam.

Selain itu, kanal ke danau tempat mereka biasa memancing ikan pirarucu, sebagai sumber pendapatan utama, mengalami kekeringan.

Di samping itu, membawa ikan pirarucu seberat 200 kilogram di sepanjang pelayaran akan sangat memberatkan karena kedangkalan sungai.

“Kami mengambil risiko menangkap ikan di danau, dan ikan itu tiba dalam keadaan rusak. Jadi tidak ada cara bagi kami untuk menangkap ikan,” kata Edvaldo de Lira, tokoh setempat Auati-Parana.

Baca juga: Warga Babel Alami Kekeringan, Mobil Water Treatment Diturunkan

Terparah

Akan tetapi, kekeringan yang terjadi pada tahun ini merupakan rekor terparah. Situasi tersebut disinyalir disebabkan oleh dua faktor, fenomena El Nino dan pemanasan global.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau