KOMPAS.com – Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) memperkirakan, emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan sektor industri akan meningkat tiga hingga empat kali lipat pada 2060 bila tidak ada intervensi apa pun.
Oleh karenanya, dibutuhkan peta jalan yang kuat dan aksi yang tepat untuk dekarbonisasi sektor industri guna mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Manajer Program Transformasi Energi IESR Deon Arinaldo menyampaikan, industri adalah motor ekonomi utama di Indonesia.
Baca juga: Cegah Greenwashing Kredit Karbon, Ini Strategi BEI
Mendekarbonisasi sektor energi merupakan prasyarat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus menjadikan Indonesia menjadi negara maju namun rendah emisi.
Pasalnya, industri dengan produk rendah karbon akan menjadi industri yang paling kompetitif.
Deon menuturkan, dekarbonisasi di sektor industri dapat dilakukan dengan cara efisiensi energi, elektrifikasi kebutuhan energi, beralih ke bahan bakar rendah karbon seperti energi terbarukan, dan efisiensi penggunaan material.
“Masing-masing industri unik, sehingga perlu diantisipasi situasi dan konteks masing-masing saat menyusun peta jalan dan regulasi yang mendukung,” ujar Deon dalam acara Lokakarya Diseminasi Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Indonesia dan Rekomendasi Kebijakan, Rabu (25/10/2023).
Dalam acara tersebut, IESR bekerja sama dengan Lawrence Berkeley National Laboratory (LBNL) merilis peta jalan dan rekomendasi kebijakan untuk mendekarbonisasi sektor industri guna mencapai NZE.
Baca juga: Mahasiswa UGM Ciptakan Alat Penangkap Karbon, Dipantau Real Time
Laporan ini berfokus kepada lima subsektor industri yakni semen, besi dan baja, pulp and paper (bubur kertas dan kertas), amoniak, dan tekstil.
Kelima subsektor ini diperkirakan akan mengalami peningkatan emisi GRK signifikan apabila tidak melakukan langkah dekarbonisasi.
IESR dan LBNL memandang, dekarbonisasi sektor industri dapat tercapai sebelum 2060.
Berdasarkan data IESR, dari total 17 entitas bisnis di lima subsektor yang dianalisis, masing-masing perusahaan telah menetapkan target dekarbonisasi dengan porsi yang berbeda-beda.
Akan tetapi, hanya industri pulp and paper yang mempunyai target dekarbonisasi yang spesifik.
Baca juga: Mengenal Lamun, Gudang Karbon Masa Depan Indonesia
Di sisi lain, analis senior IESR Farid Wijaya menyampaikan, sektor industri masih menghadapi sejumlah tantangan untuk dekarbonisasi.
Berbagai tantangan tersebut seperti konsumsi energi yang tinggi, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, pengelolaan limbah dan emisi GRK pada proses dan rantai nilai, serta tingginya biaya dan manfaat keekonomian dalam upaya dekarbonisasi.
“Selain itu, regulasi yang tersedia belum terlalu mengikat baik terhadap industri, industri lanjutan dan konsumen untuk mendorong dekarbonisasi industri,” jelas Farid.
Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan kementerian teknis lainnya seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perlu menetapkan regulasi yang kuat.
Para pemangku kepentingan tersebut juga perlu memberikan dukungan dan insentif untuk industri serta memastikan bahwa produsen, konsumen, dan pasar mendukung produksi rendah emisi yang dihasilkan dari dekarbonisasi industri.
Baca juga: Begini Strategi Percepat Netralitas Karbon di Sektor Industri
Sementara itu, Peneliti Teknologi Lingkungan/Energi LBNL Hongyou Lu menyampaikan, Pemerintah Indonesia perlu segera mengembangkan strategi nasional yang berbeda-beda untuk tiap jenis sektor industri.
Misalnya, untuk industri besi dan baja dapat memfokuskan penerapan electric arc furnace alias tanur busur listrik untuk peleburan serta melakukan efisiensi energi dan material.
Sementara pada industri semen, strategi dekarbonisasi yang dapat dilakukan seperti meningkatkan penggunaan bahan pengganti material klinker, menerapkan langkah-langkah efisiensi material, dan beralih ke sumber bahan bakar rendah emisi.
Pemerintah Indonesia juga perlu membuat strategi nasional untuk produksi energi hijau seperti hidrogen dan amonia, teknologi lintas sektor seperti aplikasi pompa panas, serta teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau CCS untuk sisa emisi yang tidak bisa dilakukan dekarbonisasi.
“Untuk melakukan berbagai strategi dekarbonisasi sektor industri ini, Pemerintah Indonesia perlu membangun perencanaan yang terkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pengembangan infrastruktur rendah karbon,” tutur Hongyou.
Baca juga: Kejar Nol Emisi Karbon, Dukungan Sektor Kendaraan Listrik Diperlukan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya