KOMPAS.com – Menarik anak muda untuk terjun ke dunia pertanian merupakan langkah yang penting untuk menjaga ketahanan pangan di masa depan.
Hal tersebut disampaikan Country Director International Fund for Agricultural Development (IFAD) Indonesia Hani Abdelkader Elsadani di Yogyakarta, pada Selasa (6/11/2023).
Meski generasi muda menjadi kunci ketahanan pangan di masa depan, justru banyak pemuda di Indonesia yang berbondong-bondong meninggalkan sektor pertanian.
Baca juga: Buah Sukun Bisa Jadi Alternatif Pangan Pengganti Beras
“Para pemuda meninggalkan sektor pertanian dengan skala yang masif,” kata Elsadani dalam salah satu sesi paralel SDGs Annual Conference 2023 bertajuk “Transformasi Sistem Pangan Indonesia Menuju Pencapaian SDGs” yang diikuti secara daring.
Menurut catatan IFAD, saat ini jumlah petani di Indonesia yang berusia di bawah 39 tahun persentasenya hanya sekitar delapan persen.
Itu artinya, mayoritas petani atau 92 persen adalah generasi yang lebih tua karena berusia di atas 39 tahun.
Elsadani menyampaikan, kurangnya ketertarikan para pemuda untuk terjun ke dunia pertanian disebabkan oleh tiga faktor utama.
Baca juga: Air Virtual dalam Peta Ketahanan Pangan
Ketiga faktor utama tersebut adalah kurangnya akses terhadap lahan, dukungan layanan, dan keuangan.
Kurangnya akses terhadap lahan tercermin dari profil mayoritas petani di Indonesia yang merupakan petani gurem.
Berdasarkan data IFAD, 75 persen rumah tangga yang berkiprah di sektor pertanian memiliki lahan kurang dari 1 hektare alias petani gurem.
Di sisi lain, para petani gurem ini menghadapi sejumlah kendala dukungan layanan yang membuat sektor pertanian menjadi semakin tidak menarik bagi para pemuda.
Baca juga: Percepat Kedaulatan Pangan, Ganjar-Mahfud Bagi-bagi Lahan Petani
Kendala tersebut seperti ketersediaan teknologi yang terbatas, kurangnya akses terhadap pasar, dan kurangnya informasi terhadap pasar yang lebih luas.
Sedangkan dari sisi keuangan, kurangnya akses terhadap pendanaan membuat petani menjadi kurang produktif.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Eni Harmayani menuturkan, pemuda mempunyai peran besar untuk mendukung transformasi sistem pangan di Indonesia.
Peran yang dapat diambil para pemuda untuk ketahanan pangan seperti menciptakan berbagai inovasi teknologi pertanian dari hului hingga hilir.
Baca juga: Capai Kedaulatan Pangan Butuh Peta Jalan Pertanian Berkelanjutan yang Komprehensif
Selain itu, pemuda juga dapat membuat inisiasi berbagai gerakan masyarakat untuk menangani isu-isu global.
Namun, sejauh ini pemerintah dinilai belum optimal dalam mendukung inovasi-inovasi generasi muda di berbagai sektor, termasuk pertanian dan ketahanan pangan.
“Inovasi-inovasi ini masih dalam piloting, belum didukung gerakan yang masif dalam pendampingan dan penyuluhan,” kata Eni.
Dia menyampaikan, gebrakan dari para pemuda harus didukung mulai dari penyuluhan, pendampingan, dan pengawalan dengan regulasi dan kebijakan dalam mengadopsi teknologi yang mereka ciptakan.
“Beri kesempatan dan libatkan generasi muda untuk berkiprah dalam menganani isu-isu FEW (food, energy, and water atau makanan, energi, dan air),” ucap Eni.
Baca juga: Sayurbox dan FoodCycle Indonesia Sepakat Kurangi Limbah Pangan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya