KOMPAS.com – Provinsi Jambi memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, salah satunya potensi energi surya.
Berdasarkan studi IESR berjudul Beyond 443 GW: Indonesia’s Infinite Renewable Energy Potentials, potensi energi surya di provinsi ini mencapai 281,5 gigawatt peak (GWp).
Di satu sisi, ada perbedaan menurut pemerintah setempat. Berdasarkan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Jambi, potensi energi surya di sana adalah 8.847 megawatt (MW).
Baca juga: Fase Pertama PLTS IKN Beroperasi Februari Tahun Depan
Kendati pun potensi dari kedua perkiraan tersebut cukup besar, pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di sana hanya sekitar 0,68 MW pada 2022.
Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR Marlistya Citraningrum mengatakan, energi surya merupakan energi demokratis yang tersedia di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, saat ini teknologi energi surya tergolong mudah diakses dengan biaya investasinya yang semakin terjangkau.
“Kami percaya bahwa energi surya menjadi solusi strategis dalam mitigasi krisis iklim,” kata Citra, sapaan akrabnya, dalam "Forum Pemerintah Jambi, Implementasi Energi Surya di Provinsi Jambi" yang diselenggarakan pada Selasa (28/11/2023).
Baca juga: EMI dan Sojitz Kerjasama Tingkatkan Penetrasi PLTS Atap di Indonesia
Dia menuturkan, PLTS yang dipasang di atap memiliki berbagai kelebihan seperti peningkatan bauran energi terbarukan, penurunan emisi, menyediakan energi listrik terbarukan tanpa perlu membangun pembangkit listrik skala besar, membuka peluang usaha di sektor pekerjaan hijau serta mendorong peningkatan daya saing industri surya dalam energi.
“Kami berharap Indonesia tidak hanya menjadi pasar dari industri energi surya, tetapi juga memantik perekonomian hijau dan sirkular,” ujar Citra dilansir dari siaran pers IESR.
Citra menekankan, ada lima hal yang dapat dilakukan untuk memacu adopsi PLTS di tingkat daerah.
Pertama, memastikan adanya regulasi, kebijakan, dan implementasi yang jelas. Kedua, memberikan dorongan melalui regulasi, kebijakan, dan imbauan.
Ketiga, memperbanyak praktik-praktik baik dalam pemanfaatan energi surya. Keempat, meningkatkan akses informasi energi terbarukan, khususnya energi surya. Kelima, pemberian insentif atau fasilitasi serta memperluas potensi pembiayaan.
Baca juga: PLTS Terapung Cirata Pangkas Emisi Karbon 214.000 Ton per Tahun
Sub Koordinator Pemantauan Pelaksanaan RUEN Dewan Energi Nasional (DEN) Nanang Kristanto menjelaskan, pemerintah tengah melakukan pembaruan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Pembaruan KEN ini dilakukan agar kebijakan energi selaras dengan kebijakan perubahan iklim. Pasalnya, sektor energi diprediksi akan menjadi penyumbang emisi terbesar setelah sektor kehutanan pada 2030.
Nanang mengungkapkan ada lima peran penting dari daerah dalam transisi energi menuju net zero emission (NZE) pada perubahan KEN.
Pertama, semua lokus kegiatan di wilayah provinsi dan kabupaten atau kota. Kedua, melaksanakan kegiatan turunan transisi energi sesuai kewenangannya. Ketiga, dukungan pendanaan kepada daerah baik pemerintah pusat atau swasta.
Keempat, kesiapan sumber daya manusia dalam mendukung teknologi baru yang digunakan. Kelima, sosialisasi kepada masyarakat sebagai pengguna energi.
Baca juga: Setelah Cirata, PLTS Terapung Bakal Dikembangkan di Lokasi Lain
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya