JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah aktivis dari Greenpeace, LBH Kalimantan Tengah, Save Our Borneo, dan Walhi Kalimantan Tengah melakukan napak tilas ke area proyek food estate garapan Kementerian Pertahanan di Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Menggelar aksi kreatif parodi ‘makan siang Presiden Jokowi dan tiga calon presiden di Pilpres 2024’, para aktivis mengirimkan pesan bahwa proyek food estate bukanlah solusi ketahanan pangan, tetapi justru memperparah krisis pangan dan krisis iklim.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Belgis Habiba mengatakan, kondisi food estate Gunung Mas hari ini tak jauh berbeda, meski sudah berselang satu tahun sejak pihaknya memotret kegagalan proyek ini pada November 2022.
Tidak ada kebun singkong yang dijanjikan. Padahal sudah sekitar 760 hektar hutan alam dibabat untuk proyek strategis nasional(PSN) ini.
"Ini adalah hutan yang sebenarnya menyediakan sumber kehidupan untuk flora fauna di dalamnya, untuk masyarakat adat dan masyarakat setempat, dan menjadi benteng pertahanan kita untuk menahan laju krisis iklim,” tegas Belgis, dikutip dari laman Greenpeace Indonesia, Minggu (3/12/2023).
Baca juga: Food Estate Gagal, Pemerintah Diminta Belajar ke Rutan Tanjungpinang
Selain di Gunung Mas, proyek food estate pemerintah juga merambah wilayah gambut di bekas lahan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau yang sebelumnya sudah gagal.
Menurut para aktivis, proyek ini justru memperparah kerusakan gambut hingga memicu kebakaran pada September sampai Oktober 2023.
Belgis mendesak Pemerintah menghentikan food estate karena sistem pangan monokultur skala besar seperti ini merupakan solusi palsu untuk cita-cita ketahanan pangan.
Pemerintah juga harus melakukan evaluasi pelaksanaan proyek food estate secara menyeluruh karena ada potensi kerugian negara dari penggunaan APBN dalam menjalankan proyek ini.
"Yang paling penting, dalam waktu cepat pemerintah juga harus memulihkan hutan dan lahan gambut yang rusak di area tersebut,” Direktur Walhi Kalimantan Tengah Bayu Herinata, menambahkan.
Menurutnya, solusi untuk ketahanan pangan sejatinya terletak pada kearifan lokal masyarakat adat lewat pertanian ekologis dan agroforestri tradisional, seperti yang sudah dipraktikkan masyarakat adat Dayak di Kalimantan selama ribuan tahun.
Direktur Eksekutif Save Our Borneo Muhamad Habibi menimpali, proyek food estate, baik food estate singkong di Gunung Mas maupun food estate padi di Kapuas dan Pulang Pisau, dirancang dan dilaksanakan tanpa melibatkan masyarakat.
Baca juga: Tantangan Food Estate Indonesia Wujudkan Ketahanan Pangan Global
Di Gunung Mas, Kementerian Pertahanan mengerahkan tentara dan pekerja dari luar daerah. Sedangkan food estate padi yang digarap Kementan menerapkan model yang meminggirkan konsep pertanian masyarakat di lapangan.
"Dalam konteks ketahanan pangan, sistem pertanian monokultur ini justru menimbulkan kerentanan karena pelaksanaannya terpusat di satu tempat, tidak tersebar ke tengah-tengah masyarakat,” kata Muhamad.
Sementara itu Direktur LBH Palangkaraya Aryo Nugroho mengungkapkan, proyek food estate bukan hanya tak sejalan dengan upaya pemenuhan hak atas pangan dan hak atas lingkungan yang sehat untuk masyarakat hari ini, tapi juga mengabaikan hak-hak generasi mendatang.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya