KOMPAS.com – Belasan Ribu rumah sakit di seluruh dunia berisiko tinggi tutup total atau sebagian akibat cuaca ekstrem jika bahan bakar fosil tidak dihapuskan pada akhir abad ini.
Prediksi tersebut dipaparkan perusahaan analisis data risiko iklim, XDI, dalam laporan terbarunya yang dirilis pada Sabtu (2/12/2023).
Laporan tersebut dirilis ketika KTT iklim PBB COP28 di Dubai sedang berlangsung, sebagaimana dilansir Reuters.
Baca juga: Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Bersatu, Desak Tindakan Iklim
XDI menganalisis sekitar 200.000 rumah sakit di seluruh dunia untuk mengetahui risiko kerusakan akibat bahaya perubahan iklim.
Dari hasil analisis, sekitar 16.000 rumah sakit alias satu dari 12 di antaranya berisiko tinggi mengalami penutupan total atau sebagian akibat cuaca ekstrem.
“Risiko kerusakan rumah sakit akibat peristiwa cuaca ekstrem telah meningkat sebesar 41 persen sejak tahun 1990 akibat emisi gas rumah kaca,” bunyi laporan itu.
“Membatasi pemanasan global hingga 1,8 derajat celsius dengan menghilangkan bahan bakar fosil secara cepat akan mengurangi separuh risiko kerusakan pada infrastruktur rumah sakit dibandingkan dengan skenario emisi tinggi,” lanjutnya.
Rumah sakit-rumah sakit di dekat garis pantai atau di tepi sungai adalah rumah sakit yang paling berisiko, kata laporan itu.
Baca juga: COP28 Sambut Platform Investasi Solusi Iklim, Nilainya Rp 11,6 Triliun
Dan dari 16.000 rumah sakit yang berisiko tinggi, 71 di antaranya di antaranya berada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Asia Tenggara memiliki proporsi rumah sakit berisiko tertinggi yakni 18 persen.
Para ahli mengatakan, rumah sakit-rumah sakit memerlukan data untuk memitigasi dan menyesuaikan layanan kesehatan mereka guna mencegah gangguan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Direktur Sains dan Teknologi XDI Karl Mallon mengatakan, laporan tersebut menjadi data bagi pengurus rumah sakit dan pemerintah untuk beradaptasi dan mempersiapkan fasilitas kesehatan menghadapi kejadian cuaca ekstrem.
“Pemerintah mempunyai kewajiban terhadap masyarakat untuk memastikan penyediaan layanan penting yang berkelanjutan,” katanya.
Baca juga: Aktivis: Food Estate Potret Kegagalan Pemerintah Jaga Komitmen Iklim
“Bagi pemerintah yang tidak mengambil tindakan atas informasi ini, atau bagi komunitas global yang tidak mendukung pemerintah yang membutuhkan, merupakan tindakan yang mengabaikan kesejahteraan warganya,” lanjutnya.
Renzo Guinto, seorang dokter dan pakar kesehatan di Asia Tenggara, mengatakan laporan tersebut merupakan membuka tabir kerawanan di sektor kesehatan akibat perubahan iklim.
“Kita tidak bisa lagi mengabaikan perubahan iklim sebagai ancaman terhadap penyediaan layanan kesehatan dan operasional sistem kesehatan,” jelas Guinto.
“Kita perlu merencanakan dengan lebih baik di mana kita akan membangun rumah sakit masa depan kita dan di mana akan merelokasi rumah sakit yang sudah ada,” tambahnya.
Baca juga: Ikuti COP28, Indonesia Paparkan Kemajuan Aksi Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya