Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 22 Desember 2023, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Implementasi pembangkit listrik tegana surya (PLTS) atap di kawasan industri menjadi solusi yang efektif untuk dekarbonisasi.

Hal tersebut disampaikan pakar energi baru terbarukan (EBT) Surya Darma saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis (21/12/2023).

Dia menyampaikan, potensi energi surya sangat melimpah dan bisa dikembangkan PLTS mencapai 3.000 gigawatt (GW).

Baca juga: Sebar PLTS Jadi Solusi atas Hambatan Energi Surya

"PLTS juga dapat dibangun pada waktu yang lebih cepat dibandingkan sumber daya energi lainnya, karena itu akan sangat efektif mendukung pelaksanaan transisi energi," kata Surya.

Selain dapat ditempatkan di atap, PLTS uga dinilai mampu memanfaatkan ruang-ruang kosong lainnya yang tersisa dari kawasan industri.

Menurut dia, proses fotovoltaik dalam PLTS yang dipasang di atap kawasan industri mampu mempercepat terwujudnya netralitas karbon atau net zero emission (NZE).

Surya menjelaskan, pemerintah telah lama mencanangkan transisi energi, baik itu melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN) maupun penetapan target NZE pada 2060.

Baca juga: Penetrasi PLTS Butuh Sistem yang Fleksibel dan Komprehensif

Akan tetapi, yang perlu dicermati saat ini adalah seberapa besar komitmen industri untuk mulai bertransisi menggunakan PLTS atap sebagai sumber energi baru.

"Porsi PLTS itu sangat besar dan bahkan terbesar. Karena itu, yang perlu diantisipasi adalah seberapa besar peran industri yang juga berperan, baik sebagai penggunaan maupun produsen fasilitas PLTS," tutur Surya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Iwa Garniwa Mulyana menilai, saat ini PLTS atap dapat menjadi alternatif yang besar.

Mengingat kawasan industri memang menjadi salah satu penghasil emisi yang perlu direduksi.

Pada 2020, kawasan industri berkontribusi menyumbang emisi karbon sebesar 3,1 miliar karbon dioksida ekuivalen.

Baca juga: SMI Guyur Alam Energy Rp 41 Miliar Kembangkan Instalasi PLTS Industri

Hal itu membuat sektor industri menduduki urutan ketiga sebagai penyumbang emisi karbon terbesar setelah sektor energi dan pertanian.

"Perlu ada langkah untuk mengurangi emisi tersebut dengan mengurangi energi fosil dan digantikan dengan energi terbarukan, salah satunya dengan implementasi PLTS atap di kawasan industri," kata iwa.

Iwa menuturkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menjalankan pengembangan PLTS baik di sektor industri, komersial maupun residensial.

Meski demikian, beberapa komponennya masih bergantung dari produk luar negeri.

"Sehingga tantangan lainnya dalam mengembangkan PLTS, yakni produk dalam negeri yang perlu dukungan yang kuat dari pemerintah menuju NZE bukan hanya dari sisi energi tetapi juga dari proses produksi industri, perlu batas ambang yang lebih ketat pada proses produksi ini," ucap Iwa.

Baca juga: Investasi Hijau-PLN Icon Plus Bangun PLTS Atap Berkapasitas 3.5 MWp

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Pemerintah
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
BrandzView
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Pemerintah
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
Pemerintah
Emisi Metana Terus Meningkat, Tapi PBB Prediksi Penurunan Segera
Emisi Metana Terus Meningkat, Tapi PBB Prediksi Penurunan Segera
Pemerintah
Kebijakan Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim RI Dinilai Belum Peduli Kelompok Paling Rentan
Kebijakan Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim RI Dinilai Belum Peduli Kelompok Paling Rentan
LSM/Figur
Pemerintah Bakal Bangun SPKLU di Desa untuk Perluas Penggunaan EV
Pemerintah Bakal Bangun SPKLU di Desa untuk Perluas Penggunaan EV
Pemerintah
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
LSM/Figur
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
LSM/Figur
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
Pemerintah
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau