SEPANJANG Desember 2023, wilayah Malang Raya, yakni Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang telah diterjang banjir dan longsor.
Awal Desember, Kota Malang digenangi air, contohnya di kawasan Sigura-gura. Lalu wilayah Malang Barat sekitar di Pujon mengalami longsor dan terakhir Kota Batu kembali disinggahi banjir bandang dari kawasan hulu.
Melihat Malang Raya dalam lima tahun terakhir secara problem, terdapat dua isu yang berkaitan dengan krisis iklim, yakni bencana hidrometeorologi, baik banjir, longsor, kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.
Sepanjang 2019-2023, kejadian bencana cukup tinggi hampir pada wilayah Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu lebih dari 30 lebih kejadian bencana longsor dan banjir, disusul kebakaran hutan dan lahan yang melahap sepanjang Arjuno-Welirang sekitar 4.800 hektar.
Selain itu, kekeringan hampir terjadi di lebih dari 15 desa di Kabupaten Malang dan mengancam hampir seluruh desa/kelurahan di Kota Batu.
Gambaran di atas menunjukkan wilayah Malang Raya, kini tengah menghadapi situasi yang tergolong kritis sebagai dampak perubahan iklim.
Setiap tahunnya, tiga wilayah, yakni Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu selalu dalam situasi tanggap bencana. Tercatat lima tahun terakhir, ketiga wilayah tersebut semakin rentan kondisinya.
Krisis iklim yang mendorong bencana tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya persoalan alih fungsi kawasan, baik kawasan hutan maupun kawasan resapan, sampai aktivitas ekonomi.
Krisis ini sifatnya kumulatif, meningkat seiring dengan daya tampung dan daya dukung yang semakin berkurang fungsinya.
Salah satu yang tampak di wilayah Malang Raya adalah mulai beralih fungsinya kawasan hutan di Kabupaten Malang dan Kota Batu menjadi lahan pertanian semusim.
Khusus untuk wilayah Kota Batu, persoalan alih fungsi lahan juga didorong masifnya ekspansi industri wisata yang merangsek masuk ke kawasan hutan selain juga telah melahap kawasan pertanian dan resapan.
Sementara di wilayah Kota Malang, meningkatnya sektor jasa telah mendorong alih fungsi secara masif pada kawasan resapan, termasuk ruang terbuka hijau yang semakin hari semakin menyusut.
Masalah lain, tidak jelasnya jumlah RTH di Kota Malang menunjukkan belum ada keseriusan dalam memetakan luasan RTH.
Problem di atas menjadi catatan penting melihat bagaimana kondisi terkini pada wilayah Malang Raya. Krisis iklim semakin diperparah kondisi eksisting tata ruang di wilayah Malang Raya yang kian berubah, terutama untuk memfasilitasi perluasan ekonomi.
Namun persoalan tata ruang ini belum dilihat dalam kerangka utuh, terutama aspek ekosistem atau dalam hal ini berkaitan dengan daya dukung dan daya tampung kawasan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya