Kurang kepedulian orang tua akhirnya semakin memperburuk keadaan karena justru dalam situasi-situasi seperti itulah orang tua dibutuhkan oleh anak yang bermasalah.
Kondisi ini harus menjadi evaluasi oleh semua orang tua, karena kasus yang dilakukan oleh anak termasuk kegagalan orang tua dalam mendidik.
Pemicu selanjutnya adalah senioritas di sekolah. Para senior di sekolah atau yang sudah menjadi alumni ternyata juga sering menyebarkan kebencian kepada siswa-siswa baru.
Jadi, ada semacam kebencian terhadap sekolah lain yang ditanamkan sedari awal. Hal tersebut menyebabkan momen-momen pertemuan kedua sekolah yang memiliki sejarah konflik, sering kali berakhir tawuran.
Hal ini harus menjadi perhatian pengelola pendidikan, mulai lembaga pendidikan sampai dengan dinas pendidikan.
Pada November 2023, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat mempertemukan dua sekolah yang pelajarnya terlibat tawuran, yakni SMK Islam Perti dan SMK Trikora di wilayah tersebut.
Intervensi ini penting untuk dapat menguraikan masalah pelajar, hingga kemudian dapat menemukan titik damai dan menentukan langkah antisipasi.
Pembuatan satgas antikekerasan di sekolah oleh Sudindik Jakbar menyusul pembacokan yang melibatkan pelajar dua sekolah tersebut juga layak dicoba oleh struktur pendidikan wilayah lain.
Pembentukan satgas dengan evaluasi yang jelas setiap periode waktu tertentu, membuat kasus kekerasan dapat ditekan dengan intervensi yang terukur.
Penyebab berikutnya, masalah keluarga. Beberapa dari anak pelaku tawuran tersebut mengaku bahwa rumah mereka sempit sehingga harus bergantian tidur dengan orang tua atau anggota keluarga yang lain. Misalnya, anak tidur di sore hari dan pada malam hari bergantian tidur dengan orang tua.
Pada malam hari, karena kurangnya ruang di dalam rumah, anak-anak tersebut akhirnya berkeliaran dan berkenalan dengan kekerasan di jalanan. Hal ini diperparah dengan provokasi yang dibangun sebelumnya.
Baca juga: Anak Muda Harus Punya Kemampuan Bertahan agar Bisa Bersaing di Dunia Kerja
Beberapa pemicu tindakan kekerasan oleh anak tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran semua pihak, seperti orang tua, sekolah, pemerintah, dan lembaga penegak hukum seperti kepolisian.
Artinya, kekerasan oleh anak tidak dapat diselesaikan hanya dengan pemberian hukuman seperti pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus atau mengeluarkan anak dari lembaga pendidikan.
Harus ada solusi yang lebih tepat sasaran dan melibatkan semua pihak, agar memberikan efek permanen dan tuntas hingga akarnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya