Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibanding Negara Lain, Indonesia Punya Modal Transisi Energi

Kompas.com - 15/01/2024, 12:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan, transisi energi di Indonesia akan dijadikan peluang untuk meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta Energi Baru Terbarukan (EBT), demi menyongsong industri yang minim emisi dengan memanfaatkan energi bersih ke depan.

Hal itu berbanding terbalik dengan negara-negara lain, kata Dadan, yang menganggap bahwa transisi energi merupakan tantangan yang sangat besar.

"Misalnya Jepang dan Korea, mereka energinya impor. Tidak ada tuh kesempatan di dalam negerinya itu kalau melakukan transisi energi, apa yang akan dilakukan di dalam negeri," ujarnya, dikutip dari laman Kementerian ESDM, Senin (15/1/2024). 

Baca juga: Kabar Baik, Energi Terbarukan Dunia Meningkat 50 Persen

Tak hanya itu, Dadan juga menggambarkan kondisi negara tetangga Indonesia, yakni Singapura, dimana negara tersebut sudah melakukan pembelian listrik dari negara ASEAN lain.

Sehingga, hal tersebut bisa dijadikan peluang bagi Indonesia untuk mengekspor listrik ke Singapura, yang berasal dari energi bersih.

Potensi energi baru terbarukan

Menurut Dadan, Indonesia dari Aceh hingga Papua, memiliki potensi sumber EBT yang sangat melimpah dan belum dimanfaatkan dengan maksimal.

Hal itulah yang bisa dijadikan peluang dalam transisi energi untuk dioptimalkan sebagai pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan rendah emisi, salah satunya adalah potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Papua.

"Misalkan dari barat, Aceh, disitu ada panas bumi, hidronya sekarang lagi dibangun cukup besar, di sana energi angin juga demikian, sudah ada yang melakukan survei di sana. Jadi kita paling barat itu sedikitnya ada tiga EBT. Kemudian ke paling timur, di Papua, di situ sumber PLTA terbesar justru ada di Papua sebetulnya 23 hingga 24 GW ada di sana," ujar Dadan.

Baca juga:

Ia menambahkan, di Merauke juga memiliki potensi angin yang sangat besar, dimana tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menemukan potensi besar tersebut.

Di samping itu, juga ada potensi hidro yang besar di Kalimantan Utara, dan di Pulau Jawa merupakan jalur panas bumi serta memiliki potensi hidro yang juga baik.

Meski demikian, Dadan menyebutkan, perlu dorongan untuk menarik investasi seperti industri-industri yang ditunjang dari sumber-sumber energi bersih di wilayah Indonesia yang merata.

"Sehingga kalau kita dorong transisi energi ini pembangunannya ada di mana-mana, jadi dengan kacamata nasional yang lebih besar kita melihat justru ini adalah opportunities transisi energi, ini adalah opportunities kita, Indonesia," ujarnya.

Transisi energi jadi pijakan daya saing

Selain pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar alternatif, implementasi manajemen energi berbasis ISO 50001 yang diterapkan PT Semen Tonasa juga mencakup inisiatif pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan pemasangan panel surya untuk substitusi listrik dalam operasionalnya.Dok. SIG Selain pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar alternatif, implementasi manajemen energi berbasis ISO 50001 yang diterapkan PT Semen Tonasa juga mencakup inisiatif pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan pemasangan panel surya untuk substitusi listrik dalam operasionalnya.
Dadan juga menyampaikan, transisi energi menuju energi bersih yang ramah lingkungan merupakan respon bangsa Indonesia terhadap masyarakat global.

"Transisi energi juga bukan semata-mata hanya permasalahan lingkungan saja, namun lebih jauh lagi untuk menjaga daya saing produk dalam negeri dengan negara lain," ujar Dadan dalam acara Penganugerahan Energy and Mining Editor Society (E2S) Award 2023 di Jakarta, Jumat (12/1/2024). 

Dadan menyampaikan, definisi transisi energi menurut ESDM adalah suatu kebijakan dari pemerintah untuk merespon apa yang terjadi di global. 

"Tujuannya untuk tetap menjaga daya saing kita. Jadi saya memberikan planning-nya sesuatu yang sangat umum untuk semua. Bukan keperluannya ESDM, bukan keperluannya lingkungan saja," tutur Dadan.

Pemanfaatan produk energi bersih, sambung Dadan, dalam proses produksinya akan menjadi sebuah persyaratan masyarakat global dengan konsekuensi pajak lebih tinggi jika dalam proses produksinya menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi tinggi.

Baca juga: Apa Saja yang Dikatakan Capres-Cawapres soal Perubahan Iklim dan Transisi Energi?

"Kita harus bisa juga bersaing dengan negara-negara lain untuk tetap menjaga market kita, misalkan di Eropa. Asia sekarang mulai menerapkan prinsip-prinsip energi bersih. Jadi, jadi kira-kira tujuan besarnya seperti itu, jangan dibalik. Justru kita mendorong kemanfaatan energi terbarukan, kita ingin meningkatkan daya saing kita," ujar Dadan.

Beberapa negara dilaporkan sudah meminta pajak yang tinggi untuk produk-produk yang terbukti menggunakan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan dan sebaliknya yang memiliki sertifikat penggunaan energi bersih untuk menghindari pajaknya.

"Saya dengar, Eropa itu akan mulai menerapkan carbon border tax-nya dua tahun lagi. Kan tidak lama, 2026 itu tidak lama untuk sebuah industri memastikan bahwa nanti akan bisa masuk ke sana," tutur dia. 

Dengan ilustrasi di atas, maka tentu harga produk yang dalam prosesnya menggunakan energi dengan emisi yang tinggi akan lebih mahal harganya, dibandingkan dengan produk yang sama namun menggunakan energi yang ramah lingkungan dalam proses produksinya karena perbedaan besaran pajak emisinya. 

 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com