KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat capaian penurunan emisi menorehkan catatan positif. Pada 2023, penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) mencapai 127,67 juta ton atau melebihi target.
"Realisasi penurunan emisi GRK Sektor Energi tahun 2023 sebesar 127,67, melebihi target sebesar 116 juta ton CO2," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 di Jakarta, Senin (15/1/2024).
Oleh karenan itu, pemerintah mematok target pengurangan GRK menjadi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan negara lain, sesuai penetapan Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) pada tahun 2030.
Baca juga: Jika Tak Ada Upaya Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, Inilah yang Terjadi
Setelah mencapai 127,67 juta ton pada tahun ini, pemerintah mentargetkan 142 juta ton pada tahun 2024 mendatang.
Arifin mengungkapkan, peningkatan atas penurunan GRK ini bahkan melebihi target yang sudah ditetapkan.
Tahun 2017 realisasi penurunan GRK mencapai 29 juta ton, 2018 sebesar 40 juta ton, tahun 2019 sebesar 54,8 juta ton, 2020 sebesar 64,4 juta ton, tahun 2021 sebesar 70 juta ton, tahun 2022 sebesar 91,5 juta ton, dan tahun 2023 penurunan GRK mencapai 127,67 juta ton.
Untuk mewujudkan Net Zero Emission pada tahun 2060, pemerintah disebut akan melakukan beberapa aksi mitigasi sektor energi berkaitan dengan penurunan GRK.
Antara lain dengan mengimplementasi energi baru terbarukan (EBT), aplikasi efisiensi energi, penerapan bahan bakar rendah karbon (gas alam), dan penggunaan teknologi pembangkit bersih.
Dukungan semua pihak, stakeholder dan pelaku usaha jadi faktor penentu atas keberhasilan pencapaian target tersebut.
Dengan melibatkan pelaku usaha dalam upaya ini, dapat menciptakan dampak positif yang signifikan dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan mendukung tujuan global untuk mengatasi perubahan iklim.
"Jadi kita harapkan partisipasi dari seluruh pelaku-pelaku industri untuk bisa melakukan program yang sama. Selain bisa membantu penurunan emisi, juga bisa membantu penurunan biaya produksi energinya dan penurunan emisi gas rumah kaca sektor energi," pungkasnya.
Baca juga:
Dikutip dari Kompas.com (19/6/2023), sektor forest and other land uses (FOLU) atau pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan ditargetkan akan mampu mencapai kondisi Net Sink mulai tahun 2030.
FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan, dengan kondisi tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030.
Beberapa kegiatan aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 antara lain pengurangan laju deforestasi lahan mineral, pengurangan laju deforestasi lahan gambut dan mangrove, pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut dan mangrove.
Lalu, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan lestari, restorasi gambut dan perbaikan tata air gambut, rehabilitasi mangrove dan aforestasi pada kawasan bekas tambang, hingga konservasi keanekaragaman hayati.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya