Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asap Rokok Konvensional dan Elektrik Dianggap Berisiko Bagi Ibu Hamil Lahirkan Bayi Stunting

Kompas.com, 1 Februari 2024, 20:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan, ibu hamil yang mengisap asap rokok berisiko melahirkan bayi dengan bobot dan ukuran lebih kecil.

Dia menuturkan, ibu hamil yang mengisap asap rokok juga berisiko melahirkan bayi stunting.

"Jadi, kalau ibu hamil kena asap secara pasif, jelas yang dirugikan bayinya," ujar Hasto, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (30/1/2024).

Baca juga: Kota Ini Bikin Terobosan, Sulap Puntung Rokok Jadi Aspal

Hasto mengingatkan, rokok dan paparan asap rokok tidak hanya berbahaya bagi perokok, tetapi juga mengganggu pertumbuhan janin dan membahayakan ibu hamil.

"Kalo kita sedot rokoknya, asap rokok itu mengandung karbon monoksida yang berbahaya bagi kesehatan. Kalo karbon monoksidanya masuk di dalam darah, kemudian darah tidak bisa mengikat oksigen, akhirnya tubuh kita kekurangan oksigen," tutur Hasto.

Dia juga menekankan bahayanya ibu merokok, karena saat melahirkan hampir semua bayinya berisiko lebih kecil dari bayi pada umumnya.

"Bila bayi masih di dalam perut ibu, terus ibunya menghirup asap rokok, maka bayinya akan kekurangan oksigen, dan dilahirkan dalam kondisi lebih kecil. Jadi, hampir semua perempuan perokok, bayinya pasti kecil," ucap Hasto.

Baca juga: Kemenkes Sebut Rokok Biang Keladi Masalah Multidimensi di Dunia

Dirinya juga memaparkan bahaya meletakkan rokok di asbak yang dibiarkan menyala, sehingga asapnya bisa ke mana-mana.

"Itu juga bahaya karena asapnya berada dalam ruangan di mana racunnya 50 kali lipat dibandingkan asap yang sudah dihisap. Mengapa yang di asbak lebih berlipat-lipat racunnya? Karena racunnya belum dihisap si perokok," tutur Hasto.

Sebelumnya, Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Agus Dwi Susanto menyebutkan, selain rokok konvensional, rokok elektrik pun dinilai juga berbahaya bagi kesehatan orang-orang yang berada di sekitar pengisapnya.

Baca juga: Sulit Didaur Ulang, Rokok Elektrik Bikin Pusing Parlemen Inggris

"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri menyatakan orang-orang yang berada di sekitar (pengguna rokok elektrik) juga menghirup kandungan nikotin ataupun juga partikel-partikel yang berbahaya," kata Agus.

Berdasarkan hal tersebut, Agus menilai penggunaan rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok konvensional.

Dalam jangka panjang, orang yang menghirup uap dari rokok elektrik akan memiliki sejumlah masalah kesehatan.

Baca juga: Banyak Remaja Terpapar Iklan Rokok, Regulasi Perlu Diperketat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Tentang

Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com melalui donasi.

Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama akun kamu.

Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan yang berisi konten ofensif, diskriminatif, melanggar hukum, atau tidak sesuai etika dapat dihapus tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau