Namun, meskipun sebagian besar urban farming menunjukkan jejak karbon yang lebih tinggi, terdapat variasi yang sangat besar dalam sampel.
Faktanya, di sejumlah kecil lokasi urban farming—17 dari 73 lahan—jejak karbon jauh lebih rendah dibandingkan lahan pertanian konvensional.
Para peneliti juga memperhatikan bahwa dalam beberapa kasus, pengurangan jejak karbon ini sejalan dengan tanaman tertentu.
Misalnya, tomat yang ditanam di udara terbuka jauh lebih berkelanjutan, dibandingkan dengan tanaman dari pertanian konvensional yang sering kali ditanam di rumah kaca yang sumber dayanya intensif dan diangkut dalam jangka waktu lama.
Adapun dari beberapa temuan tersebut, Hawes menyebut ini tidak berarti bahwa urban farming harus diabaikan.
Sebaliknya, Hawes menyebut para peneliti dapat menyarankan beberapa praktik baik yang dapat mengubah urban farming menjadi kekuatan untuk kebaikan iklim.
Baca juga: Cara HK Bantu Masalah Lingkungan, Gelar Urban Habitsphere di Kampung Proklim
Pertama, para petani dapat mengatasi sumber emisi karbon terbesar yang berasal dari infrastruktur. Caranya dengan perbaikan kondisi kepemilikan lahan, sehingga petani perkotaan tidak diusir dari lahannya dan terpaksa pindah, yang merupakan hal lazim urban farming di kota-kota besar di seluruh dunia.
Sebab, data statistik menunjukkan bahwa lahan sayuran yang hanya bertahan selama lima tahun memiliki jejak karbon empat kali lebih tinggi dibandingkan lahan yang dibiarkan selama 20 tahun.
“Selain memperpanjang umur pertanian dan kebun perkotaan, kami mencatat bahwa petani pangan dapat menghemat karbon dengan menggunakan bahan-bahan reklamasi untuk membangun infrastruktur mereka,” kata Hawes.
Kemudian, pemilihan tanaman yang cerdas adalah cara lain untuk menurunkan emisi karbon pada urban farming.
Selain itu, studi tersebut juga menyarankan mendaur ulang sampah perkotaan menjadi kompos, sebagai cara lain untuk mengimbangi biaya karbon.
Intinya, kata Hawes, urban farming mempunyai potensi menjadi lebih ramah lingkungan jika dilakukan dengan tepat.
“Urban farming memiliki banyak manfaat bagi kota dan masyarakat yang berpartisipasi di dalamnya. Namun kita harus memahami dinamika karbonnya dan bagaimana merancang produksi pangan perkotaan yang lebih hemat karbon," pungkas dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya