KOMPAS.com - Masyarakat adat perlu dilibatkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang menjadi program calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bila terpilih.
Hal tersebut disampaikan Ketua Unit Pengelola Masyarakat Hukum Adat (MHA) Malaumkarta Torianus sebagaimana dilansir Antara, Kamis (15/2/2024).
Dia menambahkan, aspek-aspek dalam pembangunan berkelanjutan juga harus memiliki konsep dan indikator yang jelas.
Baca juga: Kelola Kawasan Konservasi, Masyarakat Adat di Papua Dilatih soal Pendanaan
"Saya yakin di tingkat tim capres dan cawapres sudah paham, tetapi persoalannya ini adalah mereka konsisten tidak dengan apa yang mereka sudah sampaikan," kata Torianus.
Pemuda asli Suku Moi di Kampung Malaumkarta di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, itu mencontohkan, masyarakat adat memiliki keterikatan yang kuat dengan alam.
Bagi Suku Moi sendiri, ujar Torianus, alam menjadi bagian sangat penting dalam kehidupan mereka.
Dia menuturkan, ada kebiasaan di mana orangtua sebelum berpulang menyampaikan nasihat yaitu boleh miskin harta tetapi tidak boleh miskin pengetahuan atau tanah.
Baca juga: Perempuan, Pengetahuan Adat, dan Ketahanan Pangan
Untuk itu, menurut dia, pembangunan yang berkelanjutan dengan segala aspeknya, termasuk upaya pengurangan emisi maupun adanya wacana potensi perdagangan karbon, perlu melibatkan suara dari masyarakat hukum adat.
Keterlibatan masyarakat adat dapat dijamin jika terdapat payung hukum yang pasti termasuk ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat disahkan.
Torianus menyampaikan, berbagai pihak termasuk kementerian atau lembaga juga mesti berperan aktif untuk melibatkan masyarakat adat.
Sebelumnya, regulasi yang mengatur masyarakat hukum adat tersebar di sejumlah UU dan aturan setingkat menteri.
Baca juga: Sengkarut Hutan Adat
Termasuk UU Nomor 41 tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Regulasi penggunaan lahan bagi masyarakat adat dan hutan juga tersebar di beberapa kementerian, termasuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Terkait penetapan hutan adat, KLHK telah mengeluarkan 131 SK hutan adat yang tersebar di 18 provinsi dan 40 kabupaten dengan total luasan sekitar 244.195 hektare.
Baca juga: Masyarakat Hukum Adat Jadi Ujung Tombak Konservasi Laut
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya