KOMPAS.com – Masyarakat hukum adat (MHA) menjadi ujung tombak menjaga wilayah konservasi laut di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (RPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Gustaf dalam Forum Adat Nasional 2023 di Yogyakarta, Jumat (15/12/2023).
“MHA punya kearifan lokal untuk untuk menjaga kawasan konservasi laut yang berada di pesisir, karena sadar di situlah sumber kehidupan mereka,” ujar Victor, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Kawasan Konservasi Laut Ditarget Sampai 30 Persen
Menurutnya, saat ini kawasan konservasi laut di Indonesia baru mencapai 28,9 juta hektare alias 8,9 persen dari luas laut teritorial.
Luas konservasi laut tersebut akan diperluas dengan target 30 persen pada 2045.
“Kenapa kita harus memperluas kawasan konservasi laut? Karena di situlah kita bisa mendapatkan oksigen untuk kehidupan,” tutur Victor.
Dia mengatakan, KKP berupaya membantu dan mendampingi MHA agar mendapat legalitas dari pemerintah kabupaten setempat dan mendorong kementerian dan lembaga untuk bersama-sama memberdayakan MHA.
Baca juga: Brasil Akan Minta Dana Konservasi Hutan Jumbo dalam COP28
“Jangan sampai MHA yang berjuang menjaga konservasi laut tapi dari sisi ekonominya tertinggal, sehingga perlu penguatan kapasitas masyarakat agar bisa berdaya,” ucap Victor.
Dia menambahkan, diperlukan pendataan potensi MHA agar masyarakat setempat bisa mendapat pelatihan dan mampu memproduksi komoditas unggulan serta dibantu pemasarannya.
Manager Senior Bentang Laut Kepala Burung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukas Rumetna berujar, MHA mempunyai dewan adat yang membuat aturan konservasi laut yang nanti akan dijalankan oleh pengelola kawasan konservasi.
“Kami memfasilitasi pembentukan Dewan Adat Werur di Distrik Bikar, Kabupaten Tambrau, Papua Barat Daya, lalu mereka menetapkan sasi (larangan) untuk penangkapan ikan dan dilaksanakan oleh pengelola kawasan konservasi,” papar Lukas.
Baca juga: 82 Negara Teken Perjanjian Konservasi dan Pemanfaatan Laut Lepas, Indonesia Termasuk
Dia mengungkap, sejak dibentuk dewan adat yang mengeluarkan larangan bagi wilayah perairan, masyarakat mendapat manfaat dari hasil tangkapan ikan yang semakin banyak.
“20 tahun lalu, jenis-jenis ikan sudah tidak terlihat di situ, tetapi sekarang mulai muncul di perairan. Bahkan penyu belimbing sekarang sudah ada beberapa yang naik untuk bertelur,” ujar Lukas.
Hukum adat, menurut, Lukas, sangat ditakuti masyarakat setempat sehingga sangat efektif untuk mendukung wilayah konservasi.
Baca juga: Indonesia Tandatangani Perjanjian Internasional Konservasi Hayati Laut Lepas
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya