Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 16 Desember 2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com – Masyarakat hukum adat (MHA) menjadi ujung tombak menjaga wilayah konservasi laut di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (RPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Gustaf dalam Forum Adat Nasional 2023 di Yogyakarta, Jumat (15/12/2023).

“MHA punya kearifan lokal untuk untuk menjaga kawasan konservasi laut yang berada di pesisir, karena sadar di situlah sumber kehidupan mereka,” ujar Victor, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Kawasan Konservasi Laut Ditarget Sampai 30 Persen

Menurutnya, saat ini kawasan konservasi laut di Indonesia baru mencapai 28,9 juta hektare alias 8,9 persen dari luas laut teritorial.

Luas konservasi laut tersebut akan diperluas dengan target 30 persen pada 2045.

“Kenapa kita harus memperluas kawasan konservasi laut? Karena di situlah kita bisa mendapatkan oksigen untuk kehidupan,” tutur Victor.

Dia mengatakan, KKP berupaya membantu dan mendampingi MHA agar mendapat legalitas dari pemerintah kabupaten setempat dan mendorong kementerian dan lembaga untuk bersama-sama memberdayakan MHA.

Baca juga: Brasil Akan Minta Dana Konservasi Hutan Jumbo dalam COP28

“Jangan sampai MHA yang berjuang menjaga konservasi laut tapi dari sisi ekonominya tertinggal, sehingga perlu penguatan kapasitas masyarakat agar bisa berdaya,” ucap Victor.

Dia menambahkan, diperlukan pendataan potensi MHA agar masyarakat setempat bisa mendapat pelatihan dan mampu memproduksi komoditas unggulan serta dibantu pemasarannya.

Manager Senior Bentang Laut Kepala Burung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukas Rumetna berujar, MHA mempunyai dewan adat yang membuat aturan konservasi laut yang nanti akan dijalankan oleh pengelola kawasan konservasi.

“Kami memfasilitasi pembentukan Dewan Adat Werur di Distrik Bikar, Kabupaten Tambrau, Papua Barat Daya, lalu mereka menetapkan sasi (larangan) untuk penangkapan ikan dan dilaksanakan oleh pengelola kawasan konservasi,” papar Lukas.

Baca juga: 82 Negara Teken Perjanjian Konservasi dan Pemanfaatan Laut Lepas, Indonesia Termasuk

Dia mengungkap, sejak dibentuk dewan adat yang mengeluarkan larangan bagi wilayah perairan, masyarakat mendapat manfaat dari hasil tangkapan ikan yang semakin banyak.

“20 tahun lalu, jenis-jenis ikan sudah tidak terlihat di situ, tetapi sekarang mulai muncul di perairan. Bahkan penyu belimbing sekarang sudah ada beberapa yang naik untuk bertelur,” ujar Lukas.

Hukum adat, menurut, Lukas, sangat ditakuti masyarakat setempat sehingga sangat efektif untuk mendukung wilayah konservasi.

Baca juga: Indonesia Tandatangani Perjanjian Internasional Konservasi Hayati Laut Lepas

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Swasta
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Pemerintah
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Swasta
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Pemerintah
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
Pemerintah
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Pemerintah
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
LSM/Figur
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
LSM/Figur
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
LSM/Figur
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau