Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Kembali Solusi Stunting lewat Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran

Kompas.com, 16 Februari 2024, 16:37 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

 KOMPAS.com - Calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo-Gibran, berkali-kali menyatakan programnya untuk memberi makan siang gratis kepada anak-anak Indonesia.

Dalam debat kelima Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada Minggu (4/2/2024) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, program ini juga disinggung. 

"Memberi makan bergizi untuk seluruh anak-anak Indonesia termasuk yang masih dalam kandungan ibunya dan selama sekolah sampai dari usia dini sampai dewasa," ujar Prabowo. 

Mengutip publikasi berjudul Visi, Misi dan Program Prabowo-Gibran, kebijakan ini dianggap mampu mengatasi angka kematian ibu hamil dan meningkatkan kesehatan anak kurang gizi.

Baca juga: Angka Stunting NTT Ditarget Turun Jadi 10 Persen Tahun Ini

Selain itu, dapat mengatasi stunting, menghilangkan kemiskinan ekstrem, serta menyerap semua hasil panen para petani dan nelayan.

Makan gratis juga diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat mengatasi masalah-masalah dalam memperbaiki kualitas hidup rakyat Indonesia. 

Menurut Prabowo, program makan siang dan susu gratis sudah dilaksanakan di kurang lebih 76 negara di dunia, termasuk negara-negara dengan pendapatan per kapita setengah dari Indonesia, seperti Kamboja, India, dan Malaysia.

"India sudah melaksanakan kalau nggak salah lima tahun lebih. Kamboja dan Malaysia, mereka berani melaksanakan. Menurut saya, ini jawaban untuk stunting, terhadap investment for growth," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, (31/1/2024).

Menurut Prabowo, program makan siang dan susu gratis ini bukan hal yang sia-sia, karena juga termasuk dalam cakupan bantuan sosial dan juga pendidikan.

Adapun program ini menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan cakupan 100 persen pada tahun 2029.

Baca juga: Makan Siang Tidak Efektif Atasi Stunting, Harus dari Kandungan

Lebih lanjut, sumber makanan program ini diklaim diutamakan dari produk lokal, sehingga program ini akan berdampak besar pada berputarnya roda perekonomian di daerah.

Lalu, apakah benar kebijakan makan siang gratis Prabowo-Gibran dapat menjadi solusi untuk mengatasi sejumlah persoalan kesehatan dan kemiskinan esktrem?

Lihat kondisi warga Indonesia

Diberitakan Kompas.com (7/2/2024) sebelumnya, Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Aris Arif Mudayat menyampaikan, kebijakan makanan gratis tidak sesuai dengan persoalan Indonesia saat ini.

"Tidak seperti itu, ada yang lebih penting. Misalnya, tidak bisa bayar sekolah, tidak bisa ke fasilitas kesehatan. Ini lebih konkrit meski ada yang tidak bisa makan," ujarnya.

Ia menjelaskan, pemerintah seharusnya membereskan sistem ketahanan kesehatan, pangan, sosial, dan ekonomi yang ada pada masyarakat. Menurutnya, semua presiden dan pemerintah Indonesia selama ini kurang bisa membangun ketahanan tersebut.

Karenanya, pemberian bantuan sosial serta kebijakan makan gratis tidak menyelesaikan masalah. Sebab, tidak ada sistem ketahanan sosial dan ekonomi di Indonesia yang kuat.

Bisa jadi bermasalah

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Eko Prasodjo menyoroti risiko di balik penerapan program makan gratis.

"Mungkin perlu dipikirkan implementasinya di lapangan. Dana bansos saat ini saja banyak sekali masalahnya, terutama berkaitan dengan data orang miskin," ujar Eko. 

Baca juga: Cegah Stunting di Masa Depan, Remaja Putri Perlu Cukupi Kebutuhan Nutrisi

Menurutnya, pemerintah pusat tidak memiliki instansi vertikal pada tingkat pemerintah daerah. Padahal, pemerintah kabupaten atau kota memiliki kewenangan otonomi sendiri.

Selain itu, data penerima bantuan yang tidak valid juga dapat membuat akuntabilitas penerima makan siang gratis akan bermasalah. Dana APBN yang ada, kata dia, juga tidak cukup.

Saat ini, beban fiskal Indonesia terpakai oleh banyak hal, seperti transfer daerah, gaji, utang, dana desa, dan subsidi lain.

"Tahun ini dan tahun-tahun mendatang, ruang fiskal APBN kita akan semakin kecil karena tambahan gaji untuk rekrutmen baru 2,3 juta ASN kurang lebih Rp 100 tiliun per tahun, dan pembangunan IKN," imbuhnya.

Oleh karena itu, Eko menilai kebijakan ini kurang tepat sasaran dan tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan, karena berpotensi terjadi banyak penyimpangan. 

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio juga menyoroti implementasi program makan gratis yang berisiko menimbulkan korupsi dan peningkatan impor bahan baku dari luar negeri.

"Sekarang yang harus diciptakan itu lapangan pekerjaan agar (warga) bisa kerja dan makan. Bantuan oke, tapi mekanismenya harus diatur dulu," ujar Agus. 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau