KOMPAS.com - Angka stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diharapkan turun menjadi antara 10 sampai 12 persen pada 2024.
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) NTT Elsa Pongtuluran sebagaimana dilansir Antara, Selasa (6/2/2024).
Elsa mengatakan, jumlah kasus stunting di NTT pada 2023 mencapai 63.804 anak atau 15,2 persen. Angka ini menurun 2,5 persen dari tahun sebelumnya.
Baca juga: Makan Siang Tidak Efektif Atasi Stunting, Harus dari Kandungan
"Di tahun 2022 angka stunting berada pada 17,7 persen atau 77.338 anak," ujar Elsa.
Ia menuturkan, BKKBN NTT masih menunggu data dari setiap kabupaten dan kota saat masa timbang. Setelah data terkumpul, maka angka stunting bisa di-update.
BKKBN Provinsi NTT, ujar Elsa, menghitung data menggunakan Aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), sedangkan provinsi lain menggunakan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
Berdasarkan data e-PPGBM per 10 September 2023, dari 22 kabupaten atau kota di NTT, Sumba Barat Daya menjadi kabupaten dengan prevalensi stunting tertinggi.
Baca juga: Cegah Stunting di Masa Depan, Remaja Putri Perlu Cukupi Kebutuhan Nutrisi
Sumba Barat Daya mencatatkan angka stunting mencapai 9.738 anak atau 31,9 persen.
Prevalensi stunting di kabupaten tersebut pada 2023 mengalami kenaikan dibandingkan 2022 yakni 24,3 persen.
Elsa mengatakan, kasus stunting di NTT disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya fasilitas kesehatan yang masih sulit dijangkau karena kendaraan juga sangat minim.
Faktor lainnya adalah sanitasi yang kurang layak dan ketersediaan air bersih yang belum maksimal, sehingga anak-anak sangat mudah terinfeksi penyakit.
Baca juga: Asap Rokok Konvensional dan Elektrik Dianggap Berisiko Bagi Ibu Hamil Lahirkan Bayi Stunting
Sejauh ini, ujar Elsa, BKKBN sudah memberikan edukasi dan informasi kepada seluruh masyarakat setiap tahun.
Edukasi dan pembinaan sudah diberikan baik kepada keluarga yang berisiko stunting, calon pengantin, ibu hamil, menyusui, maupun keluarga yang mempunyai balita, anak dan remaja.
"Bahkan kami juga punya program yang khusus menyasar ke keluarga lansia yakni dengan memberikan motivasi dan pola asuh yang baik kepada cucunya," ujar Elsa.
Baca juga: Antara Protein Hewani dan Nabati, Mana Lebih Unggul Cegah Stunting?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya