Lebih lanjut, kata Nada, sebagian perusahaan ada yang sudah memasuki tahap dua yakni membuat target. Namun, impelementasi targetnya juga masih melalui tahap awal.
“Untuk yang sudah membuat target, rata-rata mereka masih dalam pembuatan target di Scope 1. Ada juga sebagian yang sudah dalam pembuatan target di Scope 1 dan 2,” tuturnya.
Secara sederhana, Scope 1 adalah emisi yang dikeluarkan dari operasi dalam pabrik yang dapat dikendalikan langsung oleh perusahaan.
Kemudian, Scope 2 adalah emisi yang dikeluarkan perusahaan secara tidak langsung, seperti penggunaan listrik.
Sedangkan Scope 3 merupakan emisi yang dikeluarkan secara tidak langsung dan menjadi tanggung jawab perusahaan di seluruh rantai nilainya. Misalnya, membeli bahan baku dari pemasok.
Baca juga: Dapatkah Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Dirasakan Masyarakat Adat?
“Scope 3 itu masih jauh dari realita dari cita-cita kita. Jadi perusahaan di Indonesia rata-rata masih di sana,” ujarnya.
Menurutnya, banyak dari perusahaan tersebut yang masih membutuhkan bantuan saat memulai pembuatan target dan menyusun stategi dekarbonisasi.
Ia juga menyebut beberapa tantangan yang menyebabkan perkembangan industri Indonesia masih memiliki jalan panjang, antara lain format laporan emisi yang berbeda-beda, kebijakan belum terintegrasi, hingga terbatasnya teknologi dan pendanaan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya