Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 27 Februari 2024, 09:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga kajian independen, World Resources Institute (WRI) Indonesia menyebutkan, sektor industri di Indonesia menjadi penyumbang besar emisi karbon, yakni 74,5 persen, dibandingkan sektor non industri.

Oleh karena itu, menurut Energy and Sustainable Business Engagement Specialist WRI Indonesia Nailah Shabirah, salah satu langkah utama menekan emisi karbon adalah dari sektor industri.

“Makanya penting untuk menekan emisi mulainya dari industri. Karena hasilnya itu akan kritikal, tidak cuma kontributor yang paling besar, tapi juga kalau industri ini memproduksi barang-barang yang juga low emissions, itu dampaknya akan besar juga untuk mengurangi emisi individual,” tutur Nailah.

Baca juga: Begini Cara Perhitungan Potensi Penyimpanan Karbon di Indonesia

Hal itu ia sampaikan dalam Media Coaching Workshop bertema “Optimalisasi Komitmen Reduksi Emisi Karbon di Indonesia: Tantangan dan Peluang”, yang digelar di Jakarta, Senin (26/2/2024).

Industri menjadi penting, mengingat Indonesia merupakan salah satu dari 195 negara yang tergabung dalam Paris Agreement.

Dengan komitmen Indonesia mencapai net zero emission (NZE) pada 2060, sekaligus berupaya membatasi kenaikan suhu global sampai pada angka minimum 1,5º Celcius, bersama beberapa negara lainnya.

Lantas, seberapa jauh perkembangan dan komitmen dekarbonisasi perusahaan-perusahaan atau industri yang ada di Indonesia?

Perkembangan dekarbonisasi industri di Indonesia

Menurut Sustainable Business and Net Zero Analyst WRI Indonesia Nada Zuhaira, terdapat studi mengenai sejauh mana komitmen dekarbonisasi sejumlah industri di Indonesia. Meski studi ini masih perlu review dan kajian lebih lanjut.

Baca juga: Reko WS Hadir di 40 Lokasi, Tekan 12.000 Ton Emisi Karbon Setahun

Dari hasil studi tersebut, WRI Indonesia dapat melihat dan membandingkan perusahaan dalam pengalaman dekarbonisasi mereka.

“Kalau di Indonesia, rata-rata masih di tahap baru mulai menghitung emisi karbon yang dikeluarkannya,” ujar Nada.

Menurut studi WRI Indonesia, terdapat setidaknya empat langkah atau tahapan suatu industri/perusahaan dalam melakukan dekarbonisasi.

Pertama, menghitung emisi. Tahap pertama inilah yang saat ini banyak dilalui oleh industri di Indonesia.

Lalu tahap kedua adalah target setting, artinya target pengurangan emisi harus sesuai dengan ambisi science agar hasilnya sesuai.

Ketiga, strategy setting, atau langkah untuk menyiapkan strategi dan proses mencapai target yang sudah ditetapkan.

Baca juga: Daftar 20 Cekungan Migas di Indonesia, Berpotensi Menyimpan Karbon

Keempat atau terakhir, adalah Implementation dan disclosure, artinya perusahaan akan menjalankan praktek dekarbonisasi dan mempublikasikan progress-nya kepada publik.

Lebih lanjut, kata Nada, sebagian perusahaan ada yang sudah memasuki tahap dua yakni membuat target. Namun, impelementasi targetnya juga masih melalui tahap awal.

“Untuk yang sudah membuat target, rata-rata mereka masih dalam pembuatan target di Scope 1. Ada juga sebagian yang sudah dalam pembuatan target di Scope 1 dan 2,” tuturnya.

Secara sederhana, Scope 1 adalah emisi yang dikeluarkan dari operasi dalam pabrik yang dapat dikendalikan langsung oleh perusahaan.

Kemudian, Scope 2 adalah emisi yang dikeluarkan perusahaan secara tidak langsung, seperti penggunaan listrik.

Sedangkan Scope 3 merupakan emisi yang dikeluarkan secara tidak langsung dan menjadi tanggung jawab perusahaan di seluruh rantai nilainya. Misalnya, membeli bahan baku dari pemasok.

Baca juga: Dapatkah Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Dirasakan Masyarakat Adat?

“Scope 3 itu masih jauh dari realita dari cita-cita kita. Jadi perusahaan di Indonesia rata-rata masih di sana,” ujarnya.

Menurutnya, banyak dari perusahaan tersebut yang masih membutuhkan bantuan saat memulai pembuatan target dan menyusun stategi dekarbonisasi.

Ia juga menyebut beberapa tantangan yang menyebabkan perkembangan industri Indonesia masih memiliki jalan panjang, antara lain format laporan emisi yang berbeda-beda, kebijakan belum terintegrasi, hingga terbatasnya teknologi dan pendanaan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau