KOMPAS.com - Kurang minum air putih dan berada dalam kondisi tertentu yang menyebabkan dehidrasi berkepanjangan, bisa menjadi salah satu faktor risiko pengendapan di saluran kemih yang akhirnya menjadi batu.
Hal ini disampaikan oleh Dokter spesialis urologi dari Rumah Sakut Umum Pusat Persahabatan dr. Andika Afriansyah, dalam acara “Nyeri saat Buang Air Kecil? Waspadai Batu Saluran Kemih” yang disiarkan Kementerian Kesehatan.
"Seseorang kurang minum dan bekerja di luar ruangan dengan kondisi keringat cukup banyak membuat badannya selalu dalam kondisi dehidrasi, air kencingnya pun jadi pekat," ujar Andika, dikutip dari Antara, Rabu (28/2/2024).
Baca juga: 3,1 Juta Siswa Indonesia Belum Dapat Air Bersih di Sekolah
Laki-laki cenderung lebih rentan terkena gangguan itu, karena banyak dari mereka yang bekerja di luar ruangan, banyak berkeringat, dan kurang minum.
Selain itu, ia menilai, secara kodrati, laki-laki memang ada risiko terkena batu saluran kemih, mengingat adanya pembesaran prostat di umur 60an.
"Tentu pembesaran prostat ini dapat menjadi hambatan pengeluaran air kencing disertai dengan kondisi yang dehidrasi dapat menjadi faktor risiko pembentukan batu," tutur Andika.
Ia juga menyebut, orang awam lebih mengetahui soal batu ginjal, padahal batu ginjal hanyalah sebagian kecil dari penyakit batu saluran kemih.
Selain dehidrasi yang sering, ada sejumlah faktor penyebab lainnya seperti kurangnya aktivitas fisik atau jarang berolahraga.
Sebab menurutnya, dengan aktivitas fisik yang sering, maka kristal-kristal dapat mudah turun ke saluran kencing bagian bawah sebelum mengendap dan mengeras jadi batu.
Sejumlah makanan juga dapat menjadi faktor risiko batu saluran kemih. Contohnya makanan tinggi asam urat seperti jeroan, jengkol, dan nangka. Garam yang dikonsumsi berlebihan juga dapat meningkatkan risiko kesehatan ini.
Andika menyampaikan sejumlah cara untuk mencegah batu di saluran kemih, salah satunya dengan minum banyak air.
"Berapa banyak cairan yang kita harus konsumsi? Paling gampang, nggak usah diukur-ukur, nggak usah ditakar-takar, coba aja lihat warna kencingnya. Kalau kencingnya sudah kuning menuju jernih, itu sudah cukup," ujar Andika.
Baca juga: 10 Provinsi dengan Akses Air Minum Layak Terendah, Papua Paling Buncit
Kemudian, selain minum air yang cukup, atur pola makan dengan membatasi garam dan protein hewani.
"Batasi asupan protein hewani. Jadi, protein-protein seperti daging merah itu dikurangi. Jadi, kalau memang dia risiko untuk batu ginjal, coba masuk ke protein nabati, seperti tempe, tahu, seperti itu," imbuhnya.
Selain itu, Andika menambahkan, perlu upaya khusus untuk menurunkan berat badan bagi yang gemuk atau melebihi berat ideal.
Menurutnya, orang yang gendut berisiko lebih tinggi terkena gangguan itu dibandingkan mereka yang berat badannya ideal.
Jika mau berolahraga, ia berpesan harus secara rutin, dan mengikuti olahraga aerobik agar batu di saluran kemihnya dapat turun.
Andika juga berpesan agar seseorang yang merasa mengalami gejala tertentu yang mengarah kepada batu saluran kemih atau batu ginjal, agar segera memeriksakan diri ke dokter.
"Sebelum ada gejala, sebelum ada gejala yang berat, jika ada tanda-tanda yang mengarah ke batu ginjal, harus datang cepat ke dokter. Supaya batunya kecil bisa diobati, tidak usah masuk ke tindakan operasi," tuturnya.
Baca juga: Air Bersih dan Sehat untuk Indonesia Emas
Dilansir dari laman yankes.kemkes.go.id, beberapa gejalanya antara lain adalah sakit parah dan tajam di bagian samping dan belakang, di bawah tulang rusuk. Lalu nyeri yang menjalar ke perut bagian bawah dan selangkangan.
Kemudian, nyeri atau sensasi terbakar saat buang air kecil. Selain itu, urin berwarna merah muda, merah, atau coklat yang keruh atau berbau busuk. Bahkan di beberapa kasus parah bisa keluar darah dari urin.
Gejala lainnya adalah kebutuhan terus-menerus untuk buang air kecil, mual dan muntah, hingga demam dan menggigil jika ada infeksi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya