Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 28 Februari 2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Minyak jelantah memiliki potensi besar untuk menjadi bahan baku untuk bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan. Akan tetapi, potensi tersebut masih belum bisa dimaksilkan.

Ketua Umum Gabungan Pelaku Usaha Limbah Minyak Goreng Indonesia Susanto mengatakan, peluang minyak jelantah di Indonesia untuk diekspor dan menjadi bahan baku energi terbarukan sangat terbuka luas.

Minyak jelantah bisa diolah menjadi biodiesel, sustainable aviation fuel (SAF) atau bioavtur, hydrotreated vegetabel oil (HVO), dan lainnya.

Baca juga: Karyawati PLTU Paiton Olah Minyak Jelantah Jadi Lilin dan Sabun

Permintaan dunia untuk biodiesel saja mencapai 34,3 juta ton pada 2022. Dan pada 2030, permintaannya diestimasikan meningkat hampir dua kali lipat mencapai 59 juta ton.

"Permintaan minyak jelantah di Eropa tahun 2016 sampai 2019 terus mengalami peningkatan sebesar 2,1-2,8 juta ton per tahun," kata Susanto dalam seminar bertajuk "Tantangan Industri Bioenergi" yang diikuti secara daring, Selasa (27/2/2024).

Di sisi lain, Indonesia baru mampu mengekspor minyak jelantah rata-rata 140.000 ton per tahun. Padahal RI punya potensi yang besar untuk menggenjot ekspornya.

Diperkirakan, jumlah minyak goreng pangan yang bisa terkonversi menjadi minyak jelantah adalah sekitar 10 persen.

Baca juga: Mahasiswa IPB Olah Minyak Jelantah Jadi Lilin Aromaterapi

Konsumsi minyak goreng pangan antara 2018 hingga 2021 sekitrar 2 sampai 3 juta ton. Estimasinya, minyak jelantah yang dihasilkan sekitar 200.000 sampai 300.000 ton per tahun.

Dari jumlah tersebut, sekitar 100.000 ton minyak jelantah bisa terbuang begitu saja atau tidak terkumpul.

"Maka dapat diestimasikan peluang jumlah minyak jelantah di Indonesia yang bisa diekspor adalah 150.000 sampai 200.000 ton per tahun," jelas Susanto.

Potensi tersebut dapat semakin meningkat dari tahun ke tahun karena konsumsi minyak goreng diproyeksikan terus meningkat dari tahun ke tahun,

Susanto menyampaikan, salah satu alasan rendahnya ekspor minyak jelantah adalah karena serapannya yang rendah.

Baca juga: Soal Luberan Jelantah, Pemkot Sebut Ada Sumbatan Lemak yang Cukup Tinggi di Saluran Limbah

Insentif

Menurut data tahun 2017, sekitar 51 persen minyak jelantah terbuang begitu saja di tempat sampah. Sekitar 39 persen dibuang ke selokan.

Oleh karena itu, Susanto menuturkan masyarakat perlu diberi insentif yang sepadan agar mereka mau menjual minyak jelantahnya.

Apabila serapan minyak jelantah bisa dioptimalkan, maka potensi untuk ekspor atau diolah menjadi bahan bakar alternatif juga semakin besar.

"Sebab biodiesel berbasis minyak jelantah dapat memberikan penghematan gas rumah kaca yang signifikan dibandingkan bahan bakar fosil," ujar Susanto.

Sebaliknya, minyak jelantah yang tidak tertangani dengan baik justru akan mencemari lingkungan.

Apabila minyak goreng terbuang ke selokan, lama kelamaan akan menyumbat saluran dan air menjadi terhambat.

Jika minyak jelantah terbuang ke tanah, akan mengganggu unsur hara tanah sehingga membuatnya menjadi kurang subur.

Baca juga: Luberan Cairan Diduga Jelantah Sudah Dibersihkan, Lalu Lintas Kembali Normal

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau