KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan bahwa capaian sertifikasi standar mutu pengelolaan industri kelapa sawit berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Palm Oil atau ISPO) pada tahun 2023 mencapai lebih dari 4,2 juta hektare.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementan Prayudi Syamsuri mengatakan rinciannya, lahan perusahaan yang sudah tersertifikasi seluas 3,9 juta hektare dengan 707 sertifikat.
Sedangkan 270.800 hektare lainnya adalah perkebunan rakyat yang telah disertifikasi sebanyak 79 sertifikat.
"Profil ISPO kita saat ini sudah mencapai lebih 4,2 juta hektare, jadi ada 786 sertifikat dan kalau kita bikin share perusahaan itu sudah mencapai 40 persen tutupan lahan sawitnya yang sudah ber-ISPO," kata Prayudi saat Seminar Tantangan Industri Bioenergi di Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Baca juga: Pertama Kali, Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Sosa Raih Sertifikat ISPO
Namun, ia menambahkan, yang masih rendah adalah pekebun yaitu baru mencapai 4 persen dari total keseluruhan.
Prayudi juga mengungkapkan, sertifikasi ISPO bagi industri pengolahan kelapa sawit Indonesia menjadi sangat penting guna mewujudkan kemajuan ekonomi dalam industri tersebut.
Menurutnya, untuk mempercepat sertifikasi ISPO, pihaknya sudah mewajibkan bagi setiap perusahaan yang bergerak di industri kelapa sawit untuk melakukan sertifikasi. Selain itu, hal tersebut juga akan diwajibkan kepada para petani sawit dalam tiga tahun ke depan.
"ISPO ini yang kita ketahui untuk perusahaan sudah mandatori dan untuk pekebun tiga tahun ke depan kita akan lakukan mandatori," imbuhnya.
Ia menjelaskan, bila dikalkulasi dari total areal tutupan kelapa sawit Indonesia seluas 16,38 juta hektare, masih ada 12,1 juta hektare yang belum memiliki sertifikasi ISPO.
Adapun dari sisi pekebun, sebanyak 6,44 juta hektare, serta 5,71 juta hektare lahan milik perusahaan sawit masih belum tersertifikasi ISPO.
Menurutnya, perlu kolaborasi dan dukungan berbagai pihak untuk mendorong percepatan ISPO. Salah satunya dalam hal penguatan regulasi.
Lebih lanjut, ia mengatakan pihaknya siap merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi ISPO bila perpres yang mengatur aturan itu telah direvisi dan diterbitkan.
Ia menyampaikan permentan yang hendak direvisi tersebut sejalan dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2020 tentang ISPO yang saat ini sedang dalam proses pengubahan.
Baca juga: Biomassa Kelapa Sawit Bisa Jadi Bahan Baku Ban dan Pembangkit Tenaga Listrik
"Kalau dengan sesuai permintaan bahwa setelah tiga bulan revisi perpres hadir, maka Permentan tentang ISPO di hulu ini akan kami coba terbitkan segera," tuturnya.
Ia menjelaskan beberapa mekanisme yang berubah melalui revisi Perpes ISPO.
Di antaranta, Lembaga Sertifikasi Indonesian Sustainability Palm Oil (LSISPO) tidak wajib terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perkebunan.
Perpres itu juga akan memberikan sanksi bagi LSISPO dan pelaku usaha yang tidak melakukan pelaporan kegiatannya serta melanggar ketentuan, dan kewajiban ISPO di tanah air.
Baca juga: Masyarakat Sipil Dorong Kejagung Usut Grup Korporasi Sawit Dalam Korupsi Ekspor CPO
Selain itu, proses penetapan Penilaian Usaha Perkebunan (PUP) juga tidak lagi menjadi persyaratan pengajuan sertifikasi ISPO bagi perusahaan perkebunan.
"Salah satu hambatan ISPO di hulu yaitu pra syarat harus ada PUP. Oleh karena itu, pra syarat PUP ini kami masukan jadi persyaratan di dalam. Sehingga saat pendaftaran, tidak diperlukan PUP dulu baru sertifikasi," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya