Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 28 Februari 2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia menargetkan dapat mengimplementasikan sustainable aviation fuel (SAF) atau bioavtur dengan campuran 5 persen pada 2025 alias tahun depan.

Target tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun tentang Penetapan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Transportasi untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional.

Inspektur Kelaikan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Sayuta Senobua mengatakan, target dalam Keputusan Menteri Perhubungan tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2015.

Baca juga: Kementerian ESDM Ungkap Tantangan Pengembangan Bioavtur

Sayuta menuturkan, implementasi bioavtur untuk industri penerbangan di Indonesia sebetulnya ditargetkan sejak Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2015.

Dalam permen tersebut, campuran bioavtur ditargetkan mencapai 2 persen pada 2016, 3 persen pada 2020, dan 5 persen pada 2025.

Akan tetapi, penerapan bioavtur atau SAF belum terwujud sampai sekarang.

"Berbagai pihak sudah mengejarnya tapi belum terealisasi sampai sekarang," kata Sayuta dalam seminar bertajuk "Tantangan Industri Bioenergi" yang diikuti secara daring, Selasa (27/2/2024).

Sayuta menuturkan, pada 2021 campuran bioavtur 2,4 persen berhasil dibuat walau hanya untuk penerbangan demonstrasi atau fase pilot project.

Baca juga: Harga Tiket Pesawat Berpotensi Naik akibat Penggunaan Bioavtur

Dia menyampaikan, dibutuhkan kolaborasi berbagai pihak agar target tersebut dapat tercapai.

Menurutnya, Kementerian Perhubungan memiliki keterbatasan yakni hanya bisa meregulasi maskapai penerbangan, tidak sampai ke produsen bahan bakar.

"Kita bisa saling memberikan insentif, apa yang bisa dikerjakan sektor aviasi atau apa yang bisa diberikan sektor migas (minyak dan gas)," jelas Sayuta.

Di satu sisi, kebutuhan campuran bioavtur 5 persen sebetulnya tidak terlalu besar.

Untuk campuran bioavtur 5 persen, Sayuta menuturkan kebutuhan bahan bakar nabatinya hanya sekitar 500.000 juta kiloliter untuk penerbangan di Indonesia dalam satu tahun.

Baca juga: Pertamina Siapkan Kilang Plaju dan Dumai Buat Genjot Produksi Bioavtur

Kebutuhan tersebut sangat jauh bila dibandingkan campuran biodiesel yang mencapai 10 juta kiloliter dalam setahun.

Sayuta menambahkan, selain dibutuhkan Indonesia, SAF memiliki prospek yang besar di dunia internasional, sejalan dengan upaya penurunan emisi global.

Sebagai contoh, Singapura berencana menerapkan SAF campuran 1 persen tahun 2026. Sedangkan Uni Eropa, campuran 2 persen bioavtur ditarget tercapai 2025.

Indonesia, kata Sayuta, perlu menangkap potensi tersebut mengingat bahan baku yang dipunyai indonesia melimpah, baik itu biomassa yang baru atau limbah berupa minyak jelantah.

Baca juga: Pesawatnya Pakai Bioavtur Pertamina, Bos Garuda: Tak Ada Perbedaan Signifikan dengan Avtur Biasa

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Halte Bus Hijau, Bisa Menjadi Solusi Dinginkan Area Perkotaan
Halte Bus Hijau, Bisa Menjadi Solusi Dinginkan Area Perkotaan
Pemerintah
Masa Senja Industri Kehutanan Indonesia
Masa Senja Industri Kehutanan Indonesia
Pemerintah
Update Banjir Sumatera, Tim Gabungan Masih Bersihkan Tumpukan Kayu dan Limbah
Update Banjir Sumatera, Tim Gabungan Masih Bersihkan Tumpukan Kayu dan Limbah
Pemerintah
Gelondongan Kayu di Banjir Sumatera Bukti Kerusakan Hutan Sistemik, Bukan Sekadar Anomali Cuaca
Gelondongan Kayu di Banjir Sumatera Bukti Kerusakan Hutan Sistemik, Bukan Sekadar Anomali Cuaca
LSM/Figur
Sektor FOLU Disebut Mampu Turunkan 60 Persen Emisi Nasional
Sektor FOLU Disebut Mampu Turunkan 60 Persen Emisi Nasional
Pemerintah
Bibit Siklon Picu Hujan dan Angin Kencang di NTB hingga Awal Januari 2026
Bibit Siklon Picu Hujan dan Angin Kencang di NTB hingga Awal Januari 2026
Pemerintah
2 Orangutan Dilepasliar ke TN Tanjung Puting Kalimantan Tengah
2 Orangutan Dilepasliar ke TN Tanjung Puting Kalimantan Tengah
Pemerintah
IPB Petakan 1.008 Calon Lokasi Kampung Nelayan Merah Putih
IPB Petakan 1.008 Calon Lokasi Kampung Nelayan Merah Putih
Pemerintah
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau