KOMPAS.com - Indonesia menargetkan dapat mengimplementasikan sustainable aviation fuel (SAF) atau bioavtur dengan campuran 5 persen pada 2025 alias tahun depan.
Target tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun tentang Penetapan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Transportasi untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional.
Inspektur Kelaikan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Sayuta Senobua mengatakan, target dalam Keputusan Menteri Perhubungan tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2015.
Baca juga: Kementerian ESDM Ungkap Tantangan Pengembangan Bioavtur
Sayuta menuturkan, implementasi bioavtur untuk industri penerbangan di Indonesia sebetulnya ditargetkan sejak Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2015.
Dalam permen tersebut, campuran bioavtur ditargetkan mencapai 2 persen pada 2016, 3 persen pada 2020, dan 5 persen pada 2025.
Akan tetapi, penerapan bioavtur atau SAF belum terwujud sampai sekarang.
"Berbagai pihak sudah mengejarnya tapi belum terealisasi sampai sekarang," kata Sayuta dalam seminar bertajuk "Tantangan Industri Bioenergi" yang diikuti secara daring, Selasa (27/2/2024).
Sayuta menuturkan, pada 2021 campuran bioavtur 2,4 persen berhasil dibuat walau hanya untuk penerbangan demonstrasi atau fase pilot project.
Baca juga: Harga Tiket Pesawat Berpotensi Naik akibat Penggunaan Bioavtur
Dia menyampaikan, dibutuhkan kolaborasi berbagai pihak agar target tersebut dapat tercapai.
Menurutnya, Kementerian Perhubungan memiliki keterbatasan yakni hanya bisa meregulasi maskapai penerbangan, tidak sampai ke produsen bahan bakar.
"Kita bisa saling memberikan insentif, apa yang bisa dikerjakan sektor aviasi atau apa yang bisa diberikan sektor migas (minyak dan gas)," jelas Sayuta.
Di satu sisi, kebutuhan campuran bioavtur 5 persen sebetulnya tidak terlalu besar.
Untuk campuran bioavtur 5 persen, Sayuta menuturkan kebutuhan bahan bakar nabatinya hanya sekitar 500.000 juta kiloliter untuk penerbangan di Indonesia dalam satu tahun.
Baca juga: Pertamina Siapkan Kilang Plaju dan Dumai Buat Genjot Produksi Bioavtur
Kebutuhan tersebut sangat jauh bila dibandingkan campuran biodiesel yang mencapai 10 juta kiloliter dalam setahun.
Sayuta menambahkan, selain dibutuhkan Indonesia, SAF memiliki prospek yang besar di dunia internasional, sejalan dengan upaya penurunan emisi global.
Sebagai contoh, Singapura berencana menerapkan SAF campuran 1 persen tahun 2026. Sedangkan Uni Eropa, campuran 2 persen bioavtur ditarget tercapai 2025.
Indonesia, kata Sayuta, perlu menangkap potensi tersebut mengingat bahan baku yang dipunyai indonesia melimpah, baik itu biomassa yang baru atau limbah berupa minyak jelantah.
Baca juga: Pesawatnya Pakai Bioavtur Pertamina, Bos Garuda: Tak Ada Perbedaan Signifikan dengan Avtur Biasa
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya