Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilik PLTU Diminta Perlu Ikut Serta dalam Pembiayaan Pensiun Dini

Kompas.com - 28/02/2024, 20:25 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Lembaga riset nirlaba bidang ekonomi lingkungan hidup, Transisi Bersih, menilai pemilik PLTU perlu ikut berkontribusi pada pembiayaan pensiun dini pembangkit listrik yang dimilikinya.

Menurut Direktur Eksekutif Transisi Bersih Abdurrahman Arum, transisi energi menganut prinsip keadilan berdasarkan peran, sehingga biaya transisi energi harus terdistribusi secara proporsional berdasarkan kontribusi emisi.

Ini artinya, pihak yang menghasilkan banyak emisi harus menerima beban biaya lebih besar.

Laporan Transisi Bersih “Standar Keekonomian dan Keadilan untuk Penutupan Dini PLTU” mengungkapkan, karena penutupan PLTU adalah proyek publik yang tidak komersial, tidak akan ada entitas bisnis yang mau membiayainya.

Meski demikian, entitas bisnis yang merupakan pemilik dari PLTU juga tidak seharusnya lepas tangan dari tanggung jawabnya sebagai penghasil emisi karbon, karena telah mendapatkan keuntungan dari beroperasinya PLTU selama ini.

Baca juga: China Tambah Puluhan PLTU Batu Bara, Target Iklim Bakal Meleset

Berdasarkan prinsip keadilan peran, ia menjelaskan, pihak yang mengeluarkan emisi lebih banyak seharusnya akan menanggung biaya lebih besar.

Pemilik PLTU termasuk entitas ekonomi yang paling banyak mengeluarkan emisi. Oleh karena itu, pemilik PLTU layak untuk menanggung beban lebih banyak daripada entitas ekonomi lainnya.

“Mereka seharusnya menjadi salah satu pihak yang menanggung biaya penutupan dalam jumlah yang signifikan,” ujar Abdurrahman, saat pemaparan hasil risetnya di Jakarta, Rabu (28/2/2024).

Lebih lanjut, kata dia, pembebanan sebagian biaya penutupan kepada pemilik PLTU dapat berupa diskon atau pengurangan biaya penggantian.

Besarnya diskon tergantung kesepakatan pemilik PLTU dengan pemerintah.

“Karena itu cukup fair (adil) kalau mereka memberikan diskon biaya penggantian,” imbuhnya.

Didanai Hibah

Laporan ini juga menyebutkan, model pembiayaan pensiun dini PLTU yang paling ideal adalah hibah dari pihak ketiga.

Seperti halnya pemilik PLTU, mengacu pada prinsip keadilan, pihak ketiga yang paling relevan yakni entitas ekonomi yang paling banyak menghasilkan emisi dan berpendapatan tinggi.

Jika PLTU berada di negara berpendapatan rendah dan menengah, idealnya hibah datang dari negara berpendapatan tinggi.

Terkait Program Just Energy Transition Partnership (JETP), konsorsium International Partners Group (IPG) merekomendasikan penutupan PLTU sebagai salah satu strategi agar Indonesia mencapai target bebas emisi pada 2060.

Namun, dari komitmen pendanaan sekitar Rp 310 triliun, kemungkinan mayoritas pendanaannya akan berupa utang. Hal ini berkaca dari program sejenis di Afrika di mana dana hibah hanya sekitar 3 persen.

Baca juga: Karyawati PLTU Paiton Olah Minyak Jelantah Jadi Lilin dan Sabun

“Model pembiayaan aktual saat ini, di mana sebagian besarnya berupa utang, sebenarnya tidak ideal dan kurang adil bagi negara-negara berkembang,” kata Direktur Program Transisi Bersih, Harryadin Mahardika.

Laporan Transisi Bersih juga menyebutkan salah satu standar utama yang harus dipenuhi pada penutupan dini PLTU adalah “koherensi”. Artinya, kebijakan satu dengan yang lainnya tidak saling mengganggu atau menafikan.

Dalam konteks transisi energi, salah satu bentuk kebijakan tidak koheren yang cukup ekstrem adalah penutupan dini PLTU dan pembangunan PLTU baru. Dua kebijakan ini bertolak belakang dan memiliki efek yang saling meniadakan.

Menurut Abdurrahman, program penutupan dini PLTU hanya akan efektif jika tidak ada PLTU baru yang sedang dan akan dibangun di seluruh Indonesia, di semua industri.

“Jika masih ada PLTU baru yang akan dibangun maka program penutupan dini menjadi sia-sia. Ini sama dengan menguras air kolam sambil memasukkan air baru ke dalam kolam. Semua energi dan usaha akan menjadi sia-sia,” pungkas Abdurrahman.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau