KOMPAS.com - Pemerintah menyosialisasikan regulasi terbaru berupa Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang terhubung ke jaringan listrik atau on-grid.
Regulasi tersebut merupakan hasil revisi dari peraturan sebelumnya yakni Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021.
Dalam peraturan terbaru, salah satu substansi perubahannya adalah pemasangan PLTS atap on-grid hanya bisa dilakukan dua kali dalam setahun yaitu tiap Januari dan Juli.
Baca juga: Aturan Kuota dan Periode Pendaftaran Hambat Penetrasi PLTS Atap
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menuturkan, pendaftaran dibuka setiap Januari dan Juli setiap tahunnya bagi calon pelanggan yang ingin memasang PLTS atap on-grid.
Dalam aturan sebelumnya, calon pelanggan PLTS atap on-grid dapat mengajukan permohonan tanpa periode waktu tertentu.
"Calon pelanggan PLTS atap dapat mengajukan permohonan setiap periode Januari dan Juli," kata Misna dalam Sosialisasi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024, Selasa (5/3/2024), yang diikuti secara daring.
Selain itu, pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), contohnya PLN, wajib memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 30 hari kalender sejak batas periode permohonan berakhir dalam aturan terbaru.
Apabila pemegang IUPTLU tidak memberikan persetujuan atau penolakan dalam 30 hari, maka berarti pendaftaran pelanggan diterima.
Baca juga: Kementerian ESDM Sebut Revisi Aturan PLTS Atap Pertimbangkan Masukan Masyarakat
Sedangkan dalam peraturan lama, pemegang IUPTLU berkewajiban memberikan persetujuan atau penolakan paling lama lima hari kerja.
Persetujuan atau penolakan dalam aturan lama bisa diperpanjang selama 12 hari kerja jika ada perubahan perjanjian jual beli listrik sejak permohonan diterima.
Selain membatasi waktu pendaftaran, aturan terbaru tersebut juga menghapus klausul ekspor-impor listrik dari PLTS atap.
Dalam Pasal 13, disebutkan kelebihan energi listrik dari sistem PLTS atap yang masuk ke jaringan on-grid tidak diperhitungkan dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan PLTS atap.
Dengan demikian, kelebihan energi listrik atau ekspor tenaga listrik dari pengguna ke pemegang IUPTLU atau PLN tidak dapat dihitung sebagai bagian pengurangan tagihan listrik.
Baca juga: Kapasitas Terpasang PLTS Indonesia Rendah di ASEAN
Karena klausul ekspor-impor listrik dihapuskan, maka meteran listrik yang digunakan untuk pelanggan PLTS atap on-grid berupa advanced meter.
Advanced meter dipakai untuk kepentingan analisis data PLTS atap pelanggan oleh PT PLN.
"Biaya pengadaan advanced meter ditanggung oleh pemegang IUPTLU," ujar Misna.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Arya Rezavidi menuturkan, penerapan periode pendaftaran terhadap calon pelanggan dapat menghambat pertumbuhan implementasi PLTS atap di Indonesia.
"Sistem ini memungkinkan adanya risiko keterlambatan alur perizinan oleh karena adanya banyaknya input permohonan yang harus diproses pada rentang waktu perizinan dalam satu tahun," ucap Arya.
Baca juga: Revisi Aturan PLTS Atap Terbaru Bisa Surutkan Partisipasi Publik
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya