Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berapa Potensi "Green Jobs" dari Transisi Energi di Indonesia?

Kompas.com, 9 Maret 2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Transisi energi menjadi isu penting untuk mencapai netral karbon di sektor ini sekaligus menjadi upaya perlawanan perubahan iklim.

Selain itu, transisi energi terbarukan juga mendongkrak lapangan kerja melalui green jobs atau pekerjaan hijau.

Lantas, ada berapa potensi green jobs yang tercipta dari transisi energi di Indonesia?

Baca juga: PLTU Pensiun Dini, EBT Digenjot Ciptakan 600.000 Green Jobs

Dikutip dari studi Koaksi Indonesia pada 2022, transisi energi berpotensi menciptakan lapangan kera langsung sebesar 432.000 tenaga teknik pada 2030.

Studi tersebut berjudul Green Jobs & Potensinya dalam Transisi Energi di Indonesia.

Di tahun-tahun mendatang, potensi green jobs juga semakin meningkat hingga mencapai 1,12 juta tenaga teknik pada 2050.

Tenaga teknik tersebut berasal dari pekerjaan di bidang energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaag surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTP), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), dan lain sebagainya.

Baca juga: Hilirisasi Disebut Akan Ciptakan Green Jobs, Apa Saja?

Tenaga teknik yang dimaksud terbagi ke dalam empat kelompok spesifikasi pekerjaan yaitu feasibility study atau studi kelayakan, basic design atau desain dasar, rekayasa-pengadaan-konstruksi atau engineering-orocurement-construction (EPC), serta operasional dan perawatan atau operational and maintenance.

Dalam studinya, Koaksi Indonesia memproyeksikan potensi greeb jobs dari target bauran energi pemerintah dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Dalam RUEN, energi terbarukan ditarget mencakup 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050 dari bauran energi nasional.

Bila dibandingkan, serapan tenaga kerja langsung dari energi terbarukan lebih tinggi daripada bahan bakar fosil dengan kapasitas yang hampir sama.

Baca juga: Green Jobs, Bidang Pekerjaan Layak yang Menjawab Masalah Lingkungan

Menurut penghitungan Koaksi Indonesia, energi terbarukan dengan total kapasitas pembangkit 20,9 gigawatt mampu menyerap sekitar 106.000 tenaga teknik.

Di sisi lain, energi fosil dengan kapasitas terpasang 19,6 GW hanya mampu menyerap sekitar 10.000 tenaga teknik.

"Hal ini membuktikan bahwa dengan berpindah ke energi terbarukan tidak hanya berkontribusi terhadap lingkungan maupun perubahan iklim, tetapi juga semakin membuka lapangan pekerjaan hijau," tulis studi tersebut.

Besarnya potensi green jobs tersebut juga harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi.

"Sehingga tenaga kerja ke depan dapat sesuai kualifikasi dan tercukupi," tulis Koaksi Indonesia.

Baca juga: Sumsel Ikut Proyek Global Transisi Energi Berkeadilan, Berpotensi Buka Green Jobs bagi Milenial

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Pemerintah
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Pemerintah
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
Pemerintah
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
BUMN
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Swasta
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Pemerintah
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Pemerintah
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Pemerintah
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Swasta
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Swasta
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Pemerintah
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
LSM/Figur
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Pemerintah
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Swasta
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau