KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan enam jenis tumbuhan untuk restorasi lahan gambut.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN Laode Alhamd mengatakan, keenam tumbuhan tersebut memiliki laju pertumbuhan terbaik dengan tingkat kematian rendah.
Keenam jenis tumbuhan tersebut adalah Acronychia porter, Eugenia clavatum, Calophyllum biflorum, Shorea teysmaniana, Lithocarpus leptogyne, dan Palaquium leiocapum.
Baca juga: 6 Juta Lahan Gambut Perlu Segera Direstorasi, Prioritas Area Bekas Terbakar
Dia menuturkan, jenis-jenis tersebut melengkapi tumbuhan yang sudah dikenal dalam restorasi ekosistem gambut.
"Seperti ramin, jelutung, punak, meranti rawa, balangeran, nyatoh, dan perepat," ungkap Laode, dikutip dari situs web BRIN, Kamis (7/3/2024).
Kepala PREE BRIN Anang Setiawan Achmadi menyampaikan, Indonesia adalah pemilik ekosistem gambut terluas di dunia. Luas lahannya mencapai 13,4 juta hektare.
Ekosistem unik tersebut terbentuk secara alami sejak ribuan tahun lalu. Faktanya, ekosistem gambut memegang peranan penting sebagai salah satu faktor pengendali perubahan iklim global.
Baca juga: Pemilu Makin Dekat, Pemimpin Terpilih Dituntut Lindungi Lahan Gambut
Misalnya, pengatur tata air, perosot karbon, dan penyimpan biodiversitas.
"Untuk itu, perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut berbasis riset dan inovasi sangat penting dan masih menjadi tantangan bersama, baik secara nasional maupun internasional," tutur Anang.
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama PREE BRIN Budi Hadi Narendra berujar, upaya restorasi lahan gambut dengan fungsi lindung harus diusahakan melalui kegiatan pembasahan dan pemeliharaan kedalaman muka air tanah.
"Selain itu budidaya pertanian dapat diterapkan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman adaptif," terangnya.
Baca juga: 13 Juta Hektare Lahan Gambut Rusak, 190 Kali Luas DKI Jakarta
Sebab, lanjut Budi, pengelolaan pertanian secara intensif di lahan gambut akan menghasilkan nilai kerapatan gambut yang lebih tinggi.
Namun, nilai porositas, kadar air total tanah, dan variabel konduktivitas hidrolik menjadi rendah.
"Kondisi ini menyebabkan degradasi sifat fisik dan hidrolik gambut yang dapat mengurangi fungsi gambut dalam menyimpan, menampung, dan mengalirkan air," papar Budi.
Berkurangnya fungsi ekosistem gambut, menurut Budi, dapat meningkatkan kerentanan terhadap bencana kekeringan hidrologis dan risiko kebakaran.
Baca juga: Pentingnya Lahan Gambut untuk Mitigasi Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya