Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lestarikan Lingkungan, WIKA dan BRIN Tanam 29 Spesies Pohon Langka

Kompas.com - 11/03/2024, 09:45 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi mewujudkan pelestarian lingkungan, dengan menanam 29 spesies pohon langka endemik di area hutan Wikasatrian di Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Direktur Human Capital dan Manajemen WIKA Hadjar Seti Adji mengatakan, total terdapat 64 pohon langka yang terdiri dari 29 spesies. Penanaman ini dilakukan juga sebagai rangkaian acara ulang tahun ke-64 WIKA.

Baca juga: Lestarikan Lingkungan, Ta’aktana dan Binus Simprug Gelar Bersih Bajo

“Kami bekerja sama dengan BRIN. Karena pohon-pohonnya dari BRIN, juga di area yang bernama Purisatrian. Purisatrian adalah area atau hutan baru. Bersebelahan dengan hutan kami, Wikasatrian,” kata Hadjar usai penanaman di Gadog, Jumat (8/3/2024).

Di antara pohon yang ditanam, terdapat spesies Nenga Gajah J. Dransf atau Pinang Gajah yang berasal dari Pulau Sumatera, dan Bombax Ceiba atau Randu Alas yang merupakan tanaman endemik Bali.

Adapun pada hari Jumat (8/3/2024), dilakukan juga penanaman 6.400 pohon di seluruh Indonesia yang dilakukan lewat proyek dan pabrik-pabrik WIKA.

Jaga keanekaragaman flora fauna

Hadjar menjelaskan, WIKA telah bekerja sama dengan BRIN selama satu tahun untuk melakukan riset di hutan Wikasatrian.

Riset ini dilakukan untuk budi daya hayati, atau keragaman flora fauna yang ada di hutan tersebut.

“Di mana sebetulnya hutan dari Wikasatrian ini dianggap sebagai hutan yang strategis dalam menjaga kelestarian sumber daya hayati. Dan sudah dilakukan penelitian oleh BRIN sejak setahun ini,” tuturnya.

Baca juga: Garuda dan APP Group Buat Produk Penerbangan Ramah Lingkungan

Bahkan, dari hasil penelitian BRIN, Hadjar menyebut adanya penemuan pohon-pohon yang sudah punah di alam, rupanya ditemukan di area hutan Wikasatrian.

Menurutnya, hutan ini merupakan komitmen dari WIKA akan kepedulian terhadap lingkungan, sekaligus salah satu penerapan praktik bisnis berkelanjutan yang bertumpu pada prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).

“Hutan ini adalah hutan alami, di mana terjadi mata rantai utuh. Jadi kita tidak mengintervensi apapun, betul-betul prosesnya dari flora dan faunanya sudah saling menutup satu sama lain,” ujarnya.

Ia pun berharap perusahaan-perusahaan serupa bisa terinspirasi dan berkomitmen dalam pengelolaan lingkungan seperti yang dilakukan oleh WIKA.

Apresiasi dari BRIN

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Riset Ekologi & Etnobotani BRIN Kusuma Dewi Sri Yulita mengatakan pohon-pohon endemik yang ditanam ini langka dan sudah sulit untuk dicari.

Baca juga: Tak Hanya Kesehatan, Puntung Rokok Juga Merusak Lingkungan

Seperti salah satunya tumbuhan Hopea bilitonensis P.S.Ashto atau pelepak yang berasal dari Bangka Belitung.

Yulita mengatakan, dengan menanam pelepak di hutan Wikasatrian, secara tidak langsung WIKA menyelamatkan keberadaan tanaman tersebut.

“Suatu saat di Belitung terjadi pembangunan infrastruktur dan habitat alamnya habis, jadi stoknya masih ada di sini. Itu konsepnya konservasi eksitu,” terangnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi atas kesediaan WIKA untuk menyediakan sebagian areanya menjadi konservasi eksitu sekaligus area penelitian untuk BRIN.

Lebih lanjut, ia menilai WIKA memiliki komitmen yang kuat terhadap pelestarian alam. Sehingga, diyakini juga alam akan memberikan jasa yang baik kepada WIKA.

"Saya pikir semoga ini terus berlanjut, kerjasamanya juga sinergis. Ini merupakan laboratorium hidup yang paling dekat dari BRIN secara eksitu dan masih nature,” ujar Yulita. 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau