JAKARTA, KOMPAS.com - Kurikulum pendidikan lingkungan menjadi penting karena dapat memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memperkenalkan generasi muda pada nilai-nilai keberlanjutan atau sustainability.
Sustainable Development Goals (SDGs) Mover dari UNDP Indonesia Chelsea Islan menila, pendidikan lingkungan dapat dimplementasikan ke dalam kurikulum sekolah.
Tujuannya, untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya keberlanjutan sejak dini, terutama kepada generasi muda yang merupakan agen perubahan.
Baca juga: 5 Kunci Kerberhasilan Swasta Intervensi Kebijakan Pendidikan Indonesia
"Menurutku, pendidikan lingkungan seperti ekonomi sirkular dan SDGs secara umum bisa dimasukan ke dalam kurikulum sekolah," tutur Chelsea.
Hal tersebut ia sampaikan dalam sesi talkshow bertajuk “Exploring Future Opportunities and Challenges of Circular Economy in Advancing SDGs in Indonesia” di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Dia menambahkan, saat ini sudah semakin banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang mulai menerapkan pendidikan terkait lingkungan dan keberlanjutan.
Misalnya, dengan mempelajari tentang energi matahari, mengadakan pameran tentang pengolahan sampah, dan lain-lain.
"Di Indonesia memang belum diharuskan sistem pendidikan lingkungan di sekolah. Namun, dari kelompok kecil misalnya satu sekolah atau guru, bisa mulai dari hal kecil seperti pembelajaran interaktif dengan video atau animasi tentang hal itu," imbuhnya.
Baca juga: Beton Goes to School, Kontribusi WSBP Tingkatkan Kualitas Pendidikan
Sementara itu, Ketua Kelompok Riset Asesmen dan Pembelajaran, Pusat Riset Pendidikan (Pusrisdik) Syahrul Ramadhan, mengatakan pentingnya melibatkan generasi muda dalam pelestarian lingkungan dan mendorong perubahan perilaku, untuk menuju gaya hidup yang lebih berkelanjutan.
“Ini sangat relevan mengingat tantangan lingkungan yang semakin kompleks yang dihadapi oleh Indonesia dan dunia secara keseluruhan,” ungkap Syahrul dalam kegiatan Sharing Session di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Kepala Pusrisdik BRIN Trina Fizzanty menyebut pentingnya diskusi mengenai isu yang paling menjadi perhatian semua negara tentang aspek lingkungan.
"Lebih penting lagi, bagaimana pendidikan ini bisa berkontribusi untuk memberikan pemahaman serta literasi yang lebih kuat kepada generasi penerus,” ujar Trina.
Ia juga menjelaskan hal penting mengenai aspek lingkungan, yaitu perubahan iklim yang kini menjadi perhatian. Serta bagaimana sektor pendidikan bisa merespons untuk membantu generasi muda memahaminya.
Menurutnya, muncul suatu pertanyaan, apakah aspek pedagogi yang ada saat ini sudah cukup memadai untuk bisa memberikan pemahaman yang lebih kuat tentang aspek lingkungan, baik perubahan iklim, sampah plastik, dan polusi.
Baca juga: HUT ke-63, HK Guyur Rp 500 Juta untuk Pendidikan, Pengelolaan Sampah, dan UMKM
Sementara itu, praktisi ekopedagogi dan pendiri Bank Sampah Mengajar Berto Sitompul mengatakan, aksi anak muda masih kurang terhadap lingkungan.
Dijelaskan Berto, walaupun sebagian besar siswa memahami fakta dan menyatakan peduli terhadap isu lingkungan, tetapi mereka tidak menghubungkan fakta itu dengan aksi dan perilaku mereka.
"Hal itu disebabkan oleh pendidikan lingkungan secara tradisional masih mengarah pada pendidikan alam," terangnya.
Di samping itu, kata Berto, pendidikan lingkungan juga masih lebih banyak di ruangan kelas tanpa dihubungkan dengan isu lingkungan dan sosial.
Lebih lanjut, ia menyampaikan empat sistem pengajaran ekopedagogi. Pertama, pengajaran tentang lingkungan sosial dan alam, yakni menyiapkan teks-teks terkait lingkungan hidup bagi anak-anak.
Baca juga: Hyundai Engineering Dukung Pendidikan Digital Balikpapan lewat Hello, E-Dream Project
"Dengan itu, mereka mampu menyingkapkan isu-isu lingkungan terkini, akar dari isu, serta strategi untuk menanggapi isu, baik secara individu dan kolektif," tuturnya.
Kedua, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam, yakni menuntun para pelajar kepada kesadaran akan relasi mereka dengan lingkungan, baik sosial maupun alam.
Ketiga, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam. Yaitu, mengadaptasi tugas-tugas kelas, latihan menulis, kerja kelompok, pengalaman, perjanjian dengan masyarakat, untuk menjelmakan pengetahuan ke dalam aksi sosial, keadilan lingkungan, kesejahteraan, dan keberlanjutan.
"Keempat, pengajaran tentang saling keterkaitan antar mahluk yang berkelanjutan," pungkas Berto.
Baca juga: Tingginya Kekerasan di Lembaga Pendidikan Jadi Persoalan Serius
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya