Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo
Wadan Kodiklatad

Wakil Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan Angkatan Darat

Menjaga Laut Bersih, Nyaman, dan Berdaulat

Kompas.com, 9 April 2024, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RENTANG dan luas wilayah lautan Indonesia memiliki persentase lebih besar dari daratan. Badan Informasi Geospasial TNI AL menyatakan luas perairan seluas 6,4 juta km2 dan daratan 1,9 juta km2.

Karena itu, Indonesia menjadi negara dengan lautan terluas di Asia Tenggara, sekaligus ditasbihkan sebagai negara maritim atau bahari.

Atas dasar fakta tersebut, maka kekayaan yang bersumber dari laut menjadi sangat besar dan potensial. Mulai dari perikanan, pariwisata, pertambangan, dan energi.

Berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 19/2022, potensi sumber daya ikan di Indonesia mencapai 12,01 juta ton/tahun dan berada di peringkat 3 dunia setelah Tiongkok dan Peru.

Nilai ekonomi bisa mencapai Rp 200 triliun/tahun. Sungguh angka yang besar dan fantastis. Sayangnya ini belum bisa dikelola secara maksimal, persentase capaian masih rendah berkisar 30 persenan.

Banyak hal yang menjadi kendala optimalisasi pengelolaan sumber daya kelautan ini, mulai dari aspek teknis terkait teknologi dan sarana prasarana, kebijakan tata kelola kelautan, sampai pada persoalan politik luar negeri dalam menjamin kedaulatan wilayah perairan Indonesia.

Semua berkelindan menjadi satu dan kemudian menjadi rangkaian kerumitan pengelolaan laut.

Namun semua terus berproses, dan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selalu berusaha mendorong dan mencari formula terbaik.

Harapannya, jika tidak terpenuhi secara maksimal, paling tidak peta jalan sudah sesuai dengan jalurnya.

Dari sekian banyak tantangan, salah satu persoalan besar dalam mengoptimalkan potensi laut adalah ancaman pencemaran.

Ini tidak main-main, karena karakteristik laut sebagai wilayah perairan, pencemaran menjadi sangat serius karena begitu mudah melebar ke berbagai tempat.

Berbeda dengan wilayah daratan yang relatif mudah untuk dilokalisir, laut membutuhkan metode tersendiri.

Terdapat beberapa hal yang menjadi sumber pencemaran wilayah lautan. Mengutip dari Waryenti dkk (2018), beberapa sumber pencemaran laut adalah sebagai berikut.

Pertama, penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan seperti bahan peledak.

Kedua, pembuangan limbah ke laut. Sebagai catatan, Indonesia saat ini menduduki peringkat ke 5 penyumbang sampah plastik ke laut. KLHK menyatakan 80 persen sampah di laut berasal dari daratan.

Ketiga, tumpahan minyak dan pembuangan zat-zat berbahaya dari kapal. Keempat, penambangan di kawasan laut yang berpotensi terjadinya aliran limbah.

Terhadap semua penyebab itu, maka menarik untuk melihat tiga aspek terakhir, yang intinya limbah dibuang ke laut sehingga air menjadi tercemar.

Pencemaran karena limbah masuk ke laut berkaitan dengan kebijakan industrialisasi di sektor yang berhubungan dengan wilayah perairan.

Selain itu, posisi strategis Indonesia terutama berada pada dua himpitan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, termasuk posisi penting berbagai selat seperti Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan wilayah Nusantara sebagai perlintasan berbagai kapal besar dari negara lain.

Aktifitas transportasi inilah yang kemudian menjadi sangat rentan terhadap pencemaran.

Kasus pencemaran minyak hitam di Batam dan Bintan pada 2023 lalu (Kompas, 13/102023), yang terjadi karena pembuangan limbah oleh kapal asing adalah salah satu bukti nyata.

Begitu juga dengan kasus tumpahan kapal pembawa aspal mentah di perairan Nias pada Februari 2023 lalu. Sebelumnya juga pernah terjadi di Teluk Balikpapan, Bali, Kepulauan Seribu dan Karawang. Bahkan daerah Kepualauan Riau terjadi setiap tahun.

Selain itu, pencemaran karena limbah juga disebabkan oleh aktifitas di daratan ataupun pertambangan yang berada di laut.

Protes Walhi Nasional tahun 2022 lalu yang mendesak pemerintah mengevaluasi berbagai kebijakan perizinan tambang dan perkebunan yang terindikasi merusak ekosistem laut di wilayah BANUSRAMAPA (Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua) adalah salah satu bukti nyata.

Laut dengan segala potensinya, tidak dipungkiri juga terancam oleh berbagai aktifitas yang dilakukan manusia itu sendiri.

Secara keseluruhan, dengan berkaca dari potensi yang ada, termasuk pada ancaman yang dihadapi laut, maka dalam kacamata pertahanan bernegara, ketidakstabilan wilayah lautan adalah persoalan dasar kedaulatan bernegara.

Sederhananya, di lautan jutaan rakyat Indonesia menumpangkan hidup mereka dengan menjadi nelayan tangkap. Jutaan orang juga berharap peningkatan ekonomi dari pariwisata laut. Wilayah laut juga menjadi batas kedaulatan bernegara.

Jika berbagai sektor kemudian menyebabkan laut tercemar dan merusak ekosistem, tentu saja mengacaukan potensi yang harus dijaga. Stabilitas keamanan akan terganggu, dan terpenting keberadaan ekosistem kelautan yang berkelanjutan menjadi taruhannya.

Untuk itu, ragam solusi harus dikonkretkan. Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi pernah mencanangkan solusi dengan Manajemen Krisis Laut.

Kebijakan ini menitikberatkan pada kajian strategis tentang risiko dan peluang yang harus diambil, termasuk ancaman dari negara lain.

Untuk level kebijakan atau sektor hulu, metode ini mungkin penting dan bisa dikatakan tepat. Namun dalam kacamatan manajemen bencana (Carter, 2018), antisipasi dan solusi harus menyeluruh.

Sektor hulu harus diselesaikan, tetapi sektor hilir juga harus diantisipasi. Konteks manajemen resiko memang mengharuskan itu.

Dalam hal ini, saya menawarkan pendekatan teknologi dengan balutan inovasi-inovasi terapan mutlak harus dilakukan.

Kelemahan selama ini, tampak dari sulitnya melakukan langkah-langkah konkret saat masalah sudah terjadi. Apabila sektor hulu belum bisa berjalan maksimal, maka sektor hilir harus punya antisipasi cepat.

Kita bisa ibaratkan, saat orang sakit gigi, maka penyelesaian sektor hulu adalah membiasakan orang agar rajin memelihara dan menjaga gigi.

Namun saat gigi masih juga sakit, maka solusi tercepat dan terdekat harus dilakukan. Manajemen militer sudah sangat kental dengan pendekatan seperti ini.

Pendekatan teknologi adalah pendekatan yang bertumpu pada realitas masalah yang sudah terjadi.

Saat laut sudah tercemar, air sudah menjadi hitam, ikan sudah mati, nelayan tak bisa melaut, apa yang harus dilakukan? Tak cukup hanya menangkap pelaku, tapi membersihkan laut harus yang pertama dilakukan.

Banyak sebetulnya yang bisa dilakukan, semua kembali pada keinginan dan kemampuan untuk terus berinovasi.

Salah satu teknologi konkret adalah penggunaan serbuk organik yang berfungsi sebagai penyerap sekaligus pengurai berbentuk liquid. Proses sedang dilakukan, penyempurnaan terus dimaksimalkan hingga sampai pada satu titik, formula siap meluncur.

Semua mungkin hanya dianggap sebagai buih-buih di lautan, minimal saat ini. Tetapi di balik semua itu, diperlukan daya imaginasi kuat untuk mengatakan bahwa dalam menyelesaikan masalah tidak perlu selalu bertumpu pada sektor hulu.

Alih-alih selalu mengeluh dan melakukan protes, lebih baik langkah kongkret yang dilakukan. Mungkin awalnya kecil, tapi itu adalah titik awal.

Bukankah nenek moyang kita sudah berkata, “setitik jadikan laut, sekepal jadikan gunung”. Terus berinovasi untuk laut yang bersih, nyaman, dan berdaulat.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Pemerintah
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
LSM/Figur
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
Pemerintah
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau