KOMPAS.com - Keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI masih lebih rendah bila dibandingkan rata-rata dunia.
Pada 2022, tercatat ada 21,74 persen perempuan yang menjadi anggota DPR RI. Sementara itu, rata-rata keterwakilan perempian di dunia mencapai 26,2 persen.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi anggota parlemen perempuan Indonesia juga tak sebesar negara lain di ASEAN.
Baca juga: Perempuan Berperan Besar Memitigasi Perubahan Iklim
Dengan angka keterwakilan perempuan di DPR RI 21,74 persen, Indonesia masih kalah daripada Timor Leste, Vietnam, Singapua, Filipina, dan Laos.
Di satu sisi, berbagai aturan telah disiapkan dan menargetkan keterwakilan perempuan minimal 30 persen di parlemen.
Salah satu aturan dan paling baru untuk meningkatkan keterwakilan perempuan 30 persen di parlemen adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Akan tetapi, sejak hasil pemilihan legislatif (pileg) pertama pada 1999 hingga pileg 2019, kuota 30 persen tersebut belum pernah tercapai.
Keterwakilan perempuan minimal 30 persen di parlemen diwanti-wanti juga tidak tercapai pada pemilihan umum (pemilu) 2024 ini.
Baca juga: Perempuan Lebih Rentan Terdampak Perubahan Iklim, Ini Sebabnya
Di tingkat provinsi, keterwakilan perempuan minimal 30 persen di DPRD juga tidak tercapai, kecuali di Kalimantan Tengah.
Pada 2022, hanya Kalimantan Tengah yang memiliki lebih dari 30 persen perempuan anggota DPRD provinsi.
Sementara itu, lima provinsi bahkan memiliki proporsi perempuan di level legislatif kurang dari 10 persen.
Lebih jauh lagi, keterwakilan perempuan di legislatif tingkat kota atau kabupaten juga tidak menggembirakan.
Di parlemen tingkat kabupaten atau kota, dari 142 daerah, 19 di antaranya bahkan tidak memiliki keterwakilan perempuan di DPRD.
Baca juga: AJI Indonesia: Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan Harus Diintervensi
BPS menyebutkan, masih ada beberapa tantangan alam merealisasikan keterwakilan perempuan minimal 30 persen.
Salah satunya adalah kurangnya sanksi bagi partai politik yang tidak memenuhi kuota 30 persen.
"Hal ini menyebabkan beberapa partai politik masih mengabaikan aturan tersebut," tulis BPS dalam Cerita Data Statistik Indonesia.
Selain itu, penempatan calon legislatif (caleg) perempuan sering kali berada di nomor urutan bawah dalam surat suara.
Hal tersebut membuat peluang perempuan untuk terpilih menjadi anggota legislatif semakin kecil.
Baca juga: 45 Persen Jurnalis Alami Kekerasan, Perempuan Paling Rentan
BPS menambahkan, norma yang masih berlaku di masyarakat yang menempatkan perempuan di ranah domestik membuat wanita terhambat untuk terjun ke dunia politik.
Semakin tinggi keterwakilan perempuan di parlemen diharapkan semakin banyak kebijakan yang mendukung kesetaraan gender.
Hal ini dapat berkontribusi dalam perubahan alokasi anggaran untuk program yang berfokus pada kesetaraan gender.
Semakin banyak perempuan di lembaga legislatif berasosiasi positif dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap isu-isu gender.
Selain itu, dapat memperbesar partisipasi perempuan dalam kehidupan politik dan sosial.
Baca juga: Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan Diresmikan di Subang
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya