Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/04/2024, 20:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Konsentrasi tiga gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan pemanasan global di atmosfer memecahkan rekor tertinggi pada 2023.

Ketiga gas tersebut adalah karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida.

Lonjakan ketiga GRK tersebut tak lepas dari aktivitas manusia, sebagaimana dilansir The Guardian, Selasa (9/4/2024).

Baca juga: Metana dari Danau Turut Berkontribusi terhadap Emisi GRK

Pada 2023, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer mencapai rata-rata 419 bagian per juta (ppm), metana 1.922 ppm, dan dinitrogen oksida 336 ppm.

Badan kelautan dan atmosfer Amerika Serikat (AS) National Oceanic and Atmospheric Administration (NOOA) menyebutkan, konsentrasi tiga GRK tersebut lebih besar dibandingkan era praindustri.

Konsentrasi karbon dioksida bahkan 50 persen lebih tinggi dibandingkan sebelum era industri karena berbagai ativitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan.

Sedangkan metana melonjak lebih drastis dalam beberapa tahun terakhir bahkan konsentrasinya di atmosfer 160 persen lebih besar dibandingkan masa pra-industri.

Sumber metana yang paling besar berasal dari aktivitas energi fosil seperti pengeboran minyak dan gas, serta peternakan.

Baca juga: Kendaraan Listrik Pangkas Emisi GRK Lebih Banyak Dibanding Lainnya

NOOA mengatakan, kenaikan karbon dioksida dan metana mayoritas disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang terus berlanjut serta dampak kebakaran hutan.

Sementara itu, dinitrogen oksida meningkat karena meluasnya penggunaan pupuk nitrogen dan intensifikasi pertanian.

Direktur Laboratorium Pemantauan Global NOOA Vanda Grubisic mengatakan, dunia mengemban tugas besar untuk menurunkan ketiga GRK tersebut.

"Seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka ini, masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan untuk mencapai kemajuan yang berarti dalam mengurangi jumlah GRK yang terakumulasi di atmosfer," kata Grubisic.

Meningkatnya jumlah GRK memicu kenaikan suhu global yang menimbulkan berbagai bencana seperti banjir, kekeringan, gelombang panas, dan kebakaran hutan.

Baca juga: Pemerintah Optimistis Penurunan Emisi GRK Sesuai Target

Hal ini juga mendorong dunia ke dalam kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya, ketika peradaban manusia belum ada.

Tingkat karbon dioksida saat ini sebanding dengan empat juta tahun yang lalu, era ketika permukaan laut lebih tinggi sekitar 23 meter dibandingkan saat ini.

4 juta tahun yang lalu pula, suhu rata-rata Bumi jauh lebih panas dan wilayah Arktik berupa hutan besar.

Karena adanya kesenjangan antara tingkat karbon dioksida dan dampaknya, serta lamanya emisi tetap berada di atmosfer selama ratusan tahun, jangka waktu terjadinya krisis iklim sangatlah besar.

Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa pemerintah harus segera memangkas emisi hingga mencapai nol, dan kemudian mulai menghilangkan karbon dari atmosfer untuk menurunkan kenaikan suhu di masa depan.

Baca juga: Indonesia-Norwegia Sepakat Pendanaan Tahap 4 GRK Turunkan Deforestasi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Sulawesi, Timor, dan Sumbawa Bisa Hidup 100 Persen dari Energi Terbarukan
Sulawesi, Timor, dan Sumbawa Bisa Hidup 100 Persen dari Energi Terbarukan
LSM/Figur
Indonesia Krisis Anggaran Kontrasepsi, Cuma Cukup Sampai September 2025
Indonesia Krisis Anggaran Kontrasepsi, Cuma Cukup Sampai September 2025
Pemerintah
Badan Geologi Temukan Lokasi Layak untuk Relokasi Korban Gempa
Badan Geologi Temukan Lokasi Layak untuk Relokasi Korban Gempa
Pemerintah
Menteri LH: Kampung Samtama Jakpus Contoh Pengelolaan Sampah Berbasis Warga
Menteri LH: Kampung Samtama Jakpus Contoh Pengelolaan Sampah Berbasis Warga
Pemerintah
Dorong Daur Ulang Plastik di Sekolah, Mesin Penukar Sampah Pertama Hadir di Sukabumi
Dorong Daur Ulang Plastik di Sekolah, Mesin Penukar Sampah Pertama Hadir di Sukabumi
LSM/Figur
Bertemu Raja Inggris, Menteri LH Bahas Komitmen RI Lindungi Biodiversitas
Bertemu Raja Inggris, Menteri LH Bahas Komitmen RI Lindungi Biodiversitas
Pemerintah
Transisi Energi Indonesia: Hijau dalam Narasi, Abu-abu dalam Praktik
Transisi Energi Indonesia: Hijau dalam Narasi, Abu-abu dalam Praktik
LSM/Figur
Cek Kesehatan Gratis Masuk Desa, Periksa 133 Warga di Cipelah
Cek Kesehatan Gratis Masuk Desa, Periksa 133 Warga di Cipelah
Pemerintah
Kurangi E-Waste, UE Terapkan Sistem Pelabelan Ponsel Anyar
Kurangi E-Waste, UE Terapkan Sistem Pelabelan Ponsel Anyar
Pemerintah
Membangun Tanpa Merusak, Masyarakat Adat Aru Raih Penghargaan Kelas Dunia
Membangun Tanpa Merusak, Masyarakat Adat Aru Raih Penghargaan Kelas Dunia
LSM/Figur
2025 World Investment Report: Kesenjangan Investasi SDG Kian Melebar
2025 World Investment Report: Kesenjangan Investasi SDG Kian Melebar
Pemerintah
Menteri LH: Jakarta Butuh 5 PLTSa jika Ingin Masalah Sampah Selesai
Menteri LH: Jakarta Butuh 5 PLTSa jika Ingin Masalah Sampah Selesai
Pemerintah
KLH Perkuat Regulasi Sampah, Sebut yang Pertanyakan Insentif Tak Tanggung Jawab
KLH Perkuat Regulasi Sampah, Sebut yang Pertanyakan Insentif Tak Tanggung Jawab
Pemerintah
PLTA Dunia Kembali Menggeliat, Didorong Pompa Penyimpan Energi
PLTA Dunia Kembali Menggeliat, Didorong Pompa Penyimpan Energi
LSM/Figur
Ancaman Krisis Besar di Balik Kasus Tesso Nilo
Ancaman Krisis Besar di Balik Kasus Tesso Nilo
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau