Dalam terminologi ilmu Geodesi, kemiringan bentang lahan tidak pernah dinyatakan dalam derajat, tetapi dinyatakan dalam persen. Contoh kemiringan 1 persen, pemahamannya adalah setiap jarak datar 100 meter terdapat kenaikan tinggi 1 meter.
Lalu apa hubungannya persen dengan derajat? Secara mudah dapat dijelaskan bahwa setiap jarak datar 100 meter terdapat kenaikan tinggi sebesar 100 meter pula, yang berarti kemiringannya dinyatakan sebagai kemiringan 100 persen.
Kemiringan 100 persen sudah dapat dipastikan bahwa dua sudut siku-siku segitiga sama kaki besarannya pasti 45 derajat, sementara satu sudut siku besarnya adalah 90 derajat.
Dalam terminologi Geodesi pula kemiringan bentang lahan hanya dikenal maksimum 100 persen. Jadi pengertian kemiringan bentang lahan 70 derajat tidak dikenal karena melebihi 100 persen.
Tanah longsor dapat terjadi apabila penguat struktur maupun tekstur tanah menurun dan berkurang kemampuannya akibat faktor curah hujan dan atau adanya perubahan signifikan tutupan vegetasi yang berada di atasnya. Kejadian longsor selalu disertai dengan keretakan tanah atau tebing.
Secara ekologis, lahan-lahan yang longsor di Kabupaten Tana Toraja memang tertutup dengan vegetasi kayu-kayuan. Namun tutupan hutannya tidak serapat yang kita bayangkan sehingga curah hujan yang intensitasnya tinggi masih mampu menembus sampai dengan permukaan tanah.
Kawasan hutan lindung dan cagar alam yang rapat vegetasi pohonnya dan tajuknya merupakan kawasan yang sangat efektif menyimpan air.
Sebuah penelitian menyebut bahwa hutan dengan pohon berdaun jarum mampu membuat 60 persen air hujan terserap tanah. Sementara, hutan dengan pohon berdaun lebar mampu membuat 80 persen air hujan terserap tanah.
Makin rapat pohon yang ada, dan makin berlapis-lapis strata tajuknya, makin tinggi pula air hujan yang terserap kedalam tanah, bahkan hampir 100 persen air hujan terserap tanah.
Untuk mengatasi bencana banjir bandang dan tanah longsor, tidak ada kata lain selain dilakukan kegiatan pencegahan dan pemulihan.
Untuk mencegah banjir bandang harus tetap mempertahankan kawasan hutan dan tutupan hutan yang masih ada dan kondisi baik, dengan mencegah alih fungsi lahan hutan dan tutupan hutan di daerah hulu.
Sementara untuk daerah hulu yang telah rusak kawasan hutan dan tutupan hutannya harus segera dipulihkan kembali dengan menanam vegetasi kayu-kayuan dengan jenis yang cepat tumbuh (fast growing species) dan berdaun lebar. Harapannya mampu untuk menyerapkan air hujan yang lebih banyak kedalam tanah.
Untuk mencegah tanah longsor, terutama di lahan-lahan di luar kawasan hutan, peningkatan dan sosialisasi kesadaran masyarakat perlu digalakkan agar daerah-daerah yang rawan longsor di tebing-tebing sungai, tebing lahan yang kemiringannya di atas 40 persen yang masih ada vegetasinya (kayu maupun semak belukar dan rumput-rumputan) tidak perlu diganggu gugat keberadaannya.
Sementara itu, untuk daerah rawan longsor yang sudah rusak, agar dipulihkan kembali lingkungannya dengan menanami jenis vegetasi kayu-kayuan yang sesuai dengan kondisi lahannya.
Bagi tebing-tebing sungai (kiri-kanan sungai) dapat ditanami dengan jenis bambu-bambuan yang banyak ditemukan di Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya