Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kado Hari Bumi 2024, Onduline Indonesia Raih Sertifikat Green Label

Kompas.com, 22 April 2024, 20:27 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Onduline Indonesia kembali meraih pengakuan dan sertifikasi Green Label Indonesia dengan predikat tertinggi, yakni Gold dari Green Product Council (GPC) Indonesia pada Senin (22/4/2024).

Pengakuan Green Label menjadi bermakna karena diterima menjelang perayaan Hari Bumi Sedunia yang juga jatuh pada 22 April.

Bagi Onduline Indonesia, Green Label bukan sekadar ‘stempel hijau’ di atas kertas. Lebih dari itu, sertifikasi yang diuji dan diawasi ketat oleh lembaga pengujian dan inspeksi Internasional Association of Plumbing and Mechanical Official (IAPMO) ini, menjadi aksi terbuka dan faktual Onduline Indonesia terhadap dukungan transisi menuju penerapan Net Zero Emission (NZE), mengatasi kesenjangan sosial, serta salah satu opsi menyongsong masa depan ramah alam, yang dilakukan secara konsisten demi perubahan.

Tujuan-tujuan tersebut sejalan dengan komitmen iklim Nationally Determined Contribution (NCD)—kesepakatan Indonesia bersama 195 negara lainnya untuk menjaga peningkatan suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius melalui berbagai upaya.

Para ahli konstruksi, arsitektur, dan engineering di dunia mengatakan bahwa gedung yang menerapkan desain berkelanjutan dapat menghemat energi 40 persen lebih banyak dibandingkan properti yang masih abai dengan efisiensi energi dan pengurangan emisi karboon dioksida (CO2).

Selain itu, material rendah karbon pada bangunan ramah lingkungan juga telah terbukti dapat mengurangi emisi bangunan hingga 30 persen.

Bentuk dukungan Onduline Indonesia yang menonjol ialah menghadirkan lima produk atap hijau yang telah tersertifikasi Green Label Indonesia.

Sertifikasi itu juga menekankan upaya Onduline Indonesia dalam memaksimalkan sisi efisiensi penggunaan bahan baku untuk kebutuhan proyek-proyek, mulai dari residensial, fasilitas umum maupun komersial, yaitu solusi atap ringan bitumen bergelombang. Adapun produk yang dihasilkan adalah Onduline Classic, Onduvilla, Onduline Tile, Onducasa, dan Onduline Ridge C100 Classic.

Produk atap bitumen dari Onduline tersebut diproduksi dengan fokus material yang tidak hanya aman, tetapi juga memiliki dampak lingkungan lebih rendah.

Bahan baku atap bitumen bergelombang Onduvilla, misalnya, 55 persen adalah dari bahan daur ulang, seperti serat selulosa yang diekstraksi dan diolah dengan tekonologi tinggi sehingga memiliki ketahanan dan performa waterproofing. Hal ini menjadikannya tahan cuaca. Karena itu, mengandalkan genteng ini sebagai penutup rumah adalah upaya mendukung keberlanjutan lingkungan.

"Kawasan Asia Tenggara rentan terdampak krisis global karena tingginya populasi dan pesatnya kegiatan ekonomi. Di Indonesia sendiri, isu nasional yang terjadi hari ini meliputi krisis polusi udara, kenaikan permukaan air laut, pengelolaan limbah, dan kesenjangan ekonomi. Onduline Indonesia menyatakan dukungannya terhadap arsitektur, desain, dan konstruksi berkelanjutan di Indonesia yang tecermin dari produk akhir dan berbagai aktivitas pabrik untuk terus meningkatkan penerapan konsep green,"ujar Country Director PT Onduline Indonesia Esther Pane dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin.

Isu lingkungan

Esther mengajak masyarakat untuk terbuka dengan kenyataan bahwa saat Ini, segala sesuatu dituntut makin eco firendly.

Oleh karena itu, pihaknya mendorong konstruksi hijau di Indonesia melalui proses produksi dan bahan baku atap bangunan yang sudah memiliki Green Label Certificate untuk kategori Gold dari Green Product Council Indonesia.

"Artinya, kami senantiasa memastikan kelangsungan bisnis Onduline Indonesia harus bisa mereduksi konsumsi energi (energy effieciency) dan bahan bakunya tidak merusak lingkungan,” tutur Esther.

Menurutnya, pada sektor properti, material berkelanjutan semakin urgensif untuk mewujudkan masa depan yang baik.

Untuk itu, pelaku industri bahan bangunan perlu mencari cara untuk memperpanjang masa pakai produknya dan menghindari penipisan sumber daya alam. Hal ini dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, serta meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan, sehingga memaksimalkan kinerja bangunan.

“Di Onduline, kami berkomitmen untuk berperan dalam pengembangan berkelanjutan industri atap bangunan dengan memastikan lingkungan kerja yang aman dan mengurangi dampak terhadap lingkungan, serta menghadirkan produk yang lebih berkelanjutan dan sehat. Kami juga membuat kebijakan yang dinamis, pemanfaatan teknologi inovatif dan penerapan inklusif terhadap dekarbonisasi. Untuk itu, mari bersama-sama menyelaraskan langkah untuk mendukung kemajuan nasional dan menciptakan masa depan Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera,” kata Esther.

Dalam kesempatan sama, Chief Operation Officer GPC Indonesia, Yoyok Setio Hermanto, menyampaikan bahwa sertifikasi Green Label Indonesia merupakan pengakuan produk yang ramah lingkungan yang bertujuan mereduksi dampak negatif lingkungan.

"GPC Indonesia senantiasa menyuarakan pentingnya aspek keberlanjutan dalam desain bangunan. Edukasi mengenai pemilihan material dan proses produksi yang berkelanjutan baik kepada sesama rekan pabrikan, arsitek, maupun interior desainer juga dilakukan secara konsisten," paparnya.

Terlebih, kata dia, pasar dunia terus didesak untuk dapat menghasilkan produk yang ramah lingkungan untuk menciptkan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

"Saat ini, bumi dan seisinya tengah menghadapi triple planet challenges, yaitu perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan. Untuk itu, sertifikasi Green Label Indonesia menjadi salah satu pendorong signifikan yang dapat membantu menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan, serta memberikan insentif bagi perusahaan dan industri untuk lebih bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan mereka," sambungnya.

Di sisi lain, Yoyok cukup lega karena pemerintah, masyarakat, dan komunitas mulai memahami dan menerima isu lingkungan dan tantangannya.

"Sebut contoh forum KTT G20 Indonesia di Bali pada 2022 bukan sekadar pertemuan negara-negara dengan kekuatan ekonomi dan populasi besar di dunia. Forum ini sekaligus menjadi ajang peneguhan komitmen terkait pengelolaan lingkungan melalui pengendalian emisi karbon," terangnya.

Esther mengaku bahwa Onduline Indonesia tak pernah setengah-setengah terkait persoalan perubahan iklim dan kesehatan bumi.

Perusahaan yang ia naungi itu serius menegaskan dukungannya untuk menggaungkan sertifikasi Green Label Indonesia demi memastikan produk dibuat dengan standar keberlanjutan (sustainability) sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.
Ia menceritakan bahwa proses mendapatkan sertifikasi Green Label Indonesia cukup ketat dengan durasi panjang.

Onduline Indonesia wajib mengikuti 10 tahapan dengan 13 kriteria audit, mulai dari aspek pembelian bahan baku hingga proses produksi.

Esther menyebut, hal terpenting dari produk ramah lingkungan justru ada di dalam manufacturing process. Aspeknya beragam, mulai dari pembelian bahan baku hingga proses produksi. Dengan demikian, barang yang telah jadi dipastikan melalui standar hijau yang ditetapkan penguji.

“Esensinya bukan dari hasil akhirnya, melainkan pada proses untuk menjadi suatu produk. Bagaimana kami sebagai pabrikan memiliki alur produksi atap yang membawa dampak positif terhadap lingkungan. Seperti yang kita ketahui, salah satu pemicu perubahan iklim paling besar adalah dari industri. Kendati sertifikat hijau ini yang dikejar adalah dampak proses produksi terhadap lingkungan, tetapi tetap saja penguji akan kroscek tiap jenis produk atap kami, baik dari kriteria komposisi bahan baku, kualitas, konsumsi energi, serta memastikan produk kami sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI),” tambah Esther.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
LSM/Figur
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
LSM/Figur
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
Pemerintah
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau