KOMPAS.com - Perhimpunan Manajemen Sumber Daya (PMSM) Indonesia dan Binus University menggelar riset bersama bertajuk “Pelaksanaan Praktik Keberagaman, Kesetaraan dan Inklusivitas (Diversity, Equity and Inclusion/DEI) Perusahaan di Indonesia.“
Penelitian ini dilatarbelakangi berbagai isu keberagaman, kesetaraan dan inklusivitas yang masih menjadi tantangan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia saat ini.
Hasil riset ini kemudian didiseminasikan dalam acara "HR Meet and Talk: Pelaksanaan Praktik DEI di Perusahaan Indonesia” yang diadakan pada Kamis (2/5/2024) di Binus Senayan FX Campus.
Gelar wicara menghadirkan beberapa nasumber yakni: Ripy Mangkoesoebroto (People & Culture Director, PT HM Sampoerna Tbk); Yenita Oktora (Chief Human Resources Officer, PT L’Oreal Indonesia); Angkie Yudistia (Staf Khusus Presiden RI, Sociopreneur dan Author) dengan moderator Prof. Meyliana (Professor in Information Systems Binus University).
Dalam konferensi pers yang diadakan sebelumnya, Hariyanto Agung Putra (Chaiman PMSM dan Wakil Dirut PT Zurich Indonesia menyampaikan, menjawab kebutuhan PMSM Indonesia membetuk divisi baru yakni Divisi Diversity, Equity, dan Inclusion (DEI) & Environment Social Government (ESG).
"Perusahaan-perusahaan sudah memiliki perhatian terhadap DEI. Dari perpektif HR, praktik keberagaman, kesetaraan dan inklusivitas diyakini mampu meningkatkan produktivitas. DEI perlu didorong perhatian terhadap DEI dapat terbangun lebih tinggi," harap Hariyanto.
Hal senada diungkapkan Bambang Yapri (Vise Chairman PMSM Indonesia dan HC Director Bina Karya Group. "Kita berharap akan lebih banyak perusahaan merasakan dampak baik implementasi DEI dan kemudian melakukan gerakan yang sama," ujar Bambang Yapri.
"Karena gaung (DEI) saat ini lebih banyak ditempatkan pada kasus buruk. Belum banyak yang menggaungkan hal baik yang telah dilakukan perusahaan kemudian digaungkan," tambahnya.
Sementara George Wijaya Hadipoespito (Vice President of Binus Higher Education) menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara HR dan pendidikan tinggi.
"Kita semakin meningkatkan awarness mahasiswa terhadap DEI. Mahasiswa sekarang lebih memiliki perhatian terhadap isu terkait SDG. Harapannya mereka akan dengan sadar mengadopsi nilai- nilai dari SDG ini," jelas George.
Sisi lain, lanjut George, dari sisi riset dan kajian dapat dilakukan kolaborasi bersama seperti yang dilakukan dengan PMSM. "Hal ini kemudian dapat diturunkan di level para pembuat keputusan seperti manager atau C-Level," tegas George.
Baca juga: Manfaat Keberagaman Karakteristik Individu di Masyarakat
"Bagaimana menbuat pembuat kebijakan lebih menaruh perhatian, bahwa dengan DEI ini banyak manfaat positif yang akan didapat perusahaan," tambahnya.
"Jadi dari para calon profesional yang akan bergabung di perusahaan dan level pengambil keputusan yang paham akan pentingnya DEI akan menjadi guliran yang terus bergulir semakin besar dan semakin baik," tutup George.
Riset melibatkan responden 180 orang dari 22 kota di Indonesia di mana 48 responden merupakan praktisi SDM. Perusahaan yang terlibat memiliki rentang revenue mulai dari Rp 1 miliar hingga Rp 10 triliun dengan jumlah karyawan 10 hingga 50 ribu pekerja.
Hasil survei memperlihatkan hampir seluruh responden menilai DEI merupakan hal yang penting bagi perusahaan dengan rincian 63,89 persen memandang DEI merupakan nilai yang sangat penting dan 28,89 persen menilai penting.
Meski demikian, dalam implementasinya baru 28,92 persen dari responden yang mengimplementasikan DEI dalam tahap strategi dan taktikal, 20,48 persen patuh pada norma/hukum, 30,72 persen dalam tahap kebijakan, dan dalam tahap Program/Materi DEI baru mencapai 24,07 persen.
Prof. Meyliana, Wakil Ketua Dept. Kajian SDM PMSM Indonesia menjelaskan disparitas yang cukup mencolok antara kesadaran dan implementasi ini disebabkan praktik DEI tidak dapat dilakukan bersifat insidental atau hanya momen-momen tertentu saja.
"Program ini bukan yang hanya sekali lalu selesai, program ini bersifat berkelanjutan. Oleh karenanya PMSM membentuk divisi khusus DEI ini," ungkap Prof. Meyliana.
Dia melanjutkan PMSM ingin memulai gerakan ini dari "jantung" perusahaan yakni bagian HR. "Kalau para HR ini sudah paham mengenai DEI harapannya ke depan akan lebih smooth dalam pengimplementasian strategi-strategi, kebijakan, dan program-program sehingga dapat dirasakan dampaknya," jelas Prof. Meyliana.
Hal senada disampaikan Ripy Mangkusoebroto, People and Culture Director PT HM Sampoerna. Dia menegaskan DEI tidak hanya menjadi sebuah gerakan melainkan perlu diperkuat hingga menjadi budaya dalam perusahaan.
"Ketika kita menggaungkan sebuah gerakan, harapannya gerakan tersebut membantu terbentuknya budaya, budaya yang mengacu pada sustainability (keberlanjutan)," jelasnya.
Riset ini, lanjut Ripy Mangkusoebroto, diharapkan membantu para pemangku kepentingan mawas diri terhadap isu ini.
"Ternyata ada banyak pencerahan yang diperoleh dari riset ini. Harapannya kita sama-sama bercermin diri dan kemudian membangkitkan awarness dan harapannya dapat mempengaruhi dan memperkaya sehingga membuat dampak dari gerakan menjadi budaya," tutup Ripy.
Dalam sesi talk show, Yenita Oktora dari PT L'Oréal Indonesia menegaskan komitmen jangka panjang pihaknya terhadap kesetaraan peluang dalam keberagaman, kesetaraan, dan inklusi.
“L'Oréal berkomitmen untuk mencapai kesetaraan gender di semua tingkatan dan fungsi perusahaan. Dimulai dari jumlah populasi karyawan kami yang terdiri dari 53 persen wanita dan 47 persen pria, di mana sebanyak 46 persen dari Management Committee adalah wanita," ungkapnya.
Yenita menbahkan, "kami terus berusaha untuk memastikan bahwa seluruh karyawan memiliki kesempatan membangun karir yang sama, terlepas dari gender ataupun kondisi personal mereka."
"Kami juga memastikan agar segala bagian dari perusahaan turut berkontribusi pada pembentukan lingkungan yang lebih inklusif di mana pun di dunia. Salah satunya yaitu dengan melawan segala jenis pelecehan atau kekerasan, khususnya pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender," tegasnya lagi.
"Hal tersebut tidak terbatas pada lingkup karyawan saja, namun juga kepada komunitas dan partner yang bekerjasama dengan perusahaan, hingga kepada konsumen,” ungkap Yenita.
Dalam kesempatan sama, Staf Khusus Presiden RI, Angkie Yudistia menyampaikan, pemerintah Indonesia berusaha menjamin kesetaraan dengan mengeluarkan peraturan dan perundangan bagi penyandang disabilitas.
Baca juga: Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini
“UU No. 8 Tahun 2016 menjadi pendorong bagi kesetaraan. penyandang disabilitas yang tadinya sulit mendapatkan sekolah, sekarang sekolah inklusi juga sudah mulai semakin berkembang, sekolah luar biasa juga semakin banyak," jelasnya.
"Kalau dulu aku cari sekolah luar biasa susah sekali, sekolah umum yang ngerti disabilitas juga nggak ada. Untuk itulah pentingnya Inklusifitas,” ungkap Angkie yang juga Penyandang Disabilitas Rungu.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya