Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Poin Wujudkan Industri Karbon, Regulasi, Kepastian, dan Ekonomi

Kompas.com - 21/05/2024, 21:14 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Indonesia menjadi salah satu kandidat kuat sebagai pusat pengembangan Carbon Capture Storage (CCS) di kawasan Asia Tenggara, karena dinilai memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang besar.

Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia perlu berkolaborasi dengan negara lain yang telah berpengalaman dalam bisnis penangkapan karbon.

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi mengatakan, Indonesia diberkahi dengan kapasitas penyimpanan karbon yang sangat besar.

Baca juga: Mengantisipasi Dinamika Transisi Energi Era Prabowo

Oleh karena alasan tersebut, pemerintah berani mematok target tinggi dalam upaya penurunan emisi.

“Kami realistis bahwa salah satu teknologi yang dapat melakukan dekarbonisasi dalam jumlah besar adalah dengan penerapan CCS,” kata Jodi dalam Special Session 1 “Enablers for Cross Border CO2: G2G Bilateral Cooperations”, rangkaian agenda Indonesian Petroleum Association (IPA) Convex 2024 di ICE BSD, Tangerang, Rabu (15/5/2024).

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), nilai investasi CCS di seluruh dunia mencapai US$6,4 miliar. Adapun US$1,2 miliar di antaranya berasal dari Asia.

Saat ini, terdapat 15 proyek CCS yang sedang dalam tahap kajian dan implementasi, seperti di Sunda Asri, Tangguh, Saka Kemang, Sukowati, Jatibarang, dan lain-lain.

Selain memiliki tempat penyimpanan berkapasitas besar, secara geografis, Indonesia juga cukup strategis karena dekat dengan negara penghasil emisi seperti Singapura, Korea Selatan, dan Jepang.

Baca juga: Wujudkan Transisi Energi, GE Vernova Fokus Kelistrikan dan Dekarbonisasi

Indonesia juga merupakan salah satu negara Asia yang memiliki peraturan untuk mendukung penerapan CCS.

Misalnya Perpres Nomor 14 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 2 Tahun 2023. 

Perlu kolaborasi dan regulasi

Direktur Teknik Lingkungan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad mengatakan, Indonesia merupakan pemain baru dalam penerapan CCS.

Oleh karena itu, dalam menyusun aturan, pemerintah harus melihat praktik yang telah dilakukan negara lain. Proses penyusunannya juga bisa melibatkan ahli dari luar negeri.

“Pertama kita memerlukan perjanjian bilateral antar pemerintah, kemudian rincian bisnis akan dibahas di tingkat antar perusahaan,” kata Noor Arifin pada Plenary Session 3 “CCS as the Potential New Business Opportunity for Upstream Players and Supporting Economic Growth".

Baca juga: Migas dalam Transisi Energi, Kejar Target Net Zero Emission

Sementara, Director General Business Strategy Department Japan Organization for Metals Energy Security Taichi Noda menjelaskan tiga poin utama dalam pengembangan bisnis CCS.  Ketiganya adalah regulasi, kepastian proyek, dan ekonomi.

“Pemerintah Jepang baru bergerak setelah ada kepastian regulasi pada tahun lalu, ketika kerja sama antara Jogmec dan Petronas ditandatangani,” kata Taichi.

Menurut Wakil Sekretaris Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura Keith Tan, kerja sama antar pemerintah antar negara adalah suatu keharusan.

Di dalamnya, perlu mengembangkan standar desain dan model bisnis yang dapat digunakan antar negara.

“Indonesia dan Malaysia misalnya diberkahi dengan kapasitas penyimpanan. Bagaimana kita bisa bekerja sama, kita mempelajari model bisnis, G to G, menyiapkan sinyal untuk pemain komersial. Di Eropa proyek CCS berjalan dengan pajak, insentif, kami di Asia menyiapkan standardisasi dan target,” jelas Keith.

Sementara itu, Direktur Divisi Teknologi Energi, Kementerian Perdagangan, Perindustrian dan Energi Korea Selatan Hong Sukyung menegaskan tidak hanya pemerintah, BUMN dan swasta juga harus berperan dalam mewujudkan CCS.

Teknologi penyimpanan karbon juga dapat diperkenalkan kepada institusi pendidikan, agar dapat meneliti dan mengembangkan teknologi CCS. 

“Swasta dan pemerintah harus bekerja sama. Penting untuk berbagi informasi belajar. Penting untuk dapat memperkenalkan kurikulum CCS di universitas-universitas demi pengembangan industri CCS dalam jangka panjang,” ujar Hong.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kemenhut Buka Loker Tenaga Operator Input Data PPKH, Ini Syaratnya
Kemenhut Buka Loker Tenaga Operator Input Data PPKH, Ini Syaratnya
Pemerintah
AHY: Kami Harus Mengatasi Kemacetan
AHY: Kami Harus Mengatasi Kemacetan
Pemerintah
Bappenas Minta AHY Ikuti Jejak Ali Sadikin Bangun Kota Berkelanjutan
Bappenas Minta AHY Ikuti Jejak Ali Sadikin Bangun Kota Berkelanjutan
Pemerintah
Menuju Net-Zero: KLH Tekankan Pentingnya Integritas Data Karbon
Menuju Net-Zero: KLH Tekankan Pentingnya Integritas Data Karbon
Pemerintah
Balai TN Tesso Nilo: Anak Gajah Tari Tewas karena Infeksi Virus Herpes
Balai TN Tesso Nilo: Anak Gajah Tari Tewas karena Infeksi Virus Herpes
Pemerintah
Kemenhut Janji Pembangunan Pulau Padar Tak Ganggu Komodo dan Ekosistem
Kemenhut Janji Pembangunan Pulau Padar Tak Ganggu Komodo dan Ekosistem
Pemerintah
Selundupkan 16 Elang Dilindungi, Pemuda di Sumsel Terancam 15 Tahun Penjara
Selundupkan 16 Elang Dilindungi, Pemuda di Sumsel Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Kebakaran Lahan Gambut Akibat El Nino Bisa Terulang pada 2027
Kebakaran Lahan Gambut Akibat El Nino Bisa Terulang pada 2027
LSM/Figur
Bappenas : PDB Pantura Besar, Pembangunan 'Giant Sea Wall' Demi Selamatkan Indonesia
Bappenas : PDB Pantura Besar, Pembangunan "Giant Sea Wall" Demi Selamatkan Indonesia
Pemerintah
Musim Panas Ekstrem di Eropa Sebabkan Kerugian 43 Miliar Euro
Musim Panas Ekstrem di Eropa Sebabkan Kerugian 43 Miliar Euro
LSM/Figur
23 Ribu Lahan Gambut Terbakar pada Juli 2025, 56 Persen Terkait Izin Sawit dan PBPH
23 Ribu Lahan Gambut Terbakar pada Juli 2025, 56 Persen Terkait Izin Sawit dan PBPH
LSM/Figur
IEA Proyeksikan Pertumbuhan Kuat Proyek Hidrogen Rendah Emisi
IEA Proyeksikan Pertumbuhan Kuat Proyek Hidrogen Rendah Emisi
Pemerintah
KKP Bangun Kampung Nelayan Merah Putih di 65 Lokasi Pada Tahun Ini
KKP Bangun Kampung Nelayan Merah Putih di 65 Lokasi Pada Tahun Ini
Pemerintah
Geo-engineering Tidak Cukup untuk Lindungi Kutub dari Perubahan Iklim
Geo-engineering Tidak Cukup untuk Lindungi Kutub dari Perubahan Iklim
Pemerintah
Titik Karhutla 2025 Terbanyak di Kalbar, Kontributor Terbesar dari Pembukaan Lahan Sawit
Titik Karhutla 2025 Terbanyak di Kalbar, Kontributor Terbesar dari Pembukaan Lahan Sawit
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau