Inisiatif ini menjadi menarik jika dikaitkan dengan kebutuhan pendanaan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di Indonesia.
Memang, ekonomi hijau tidak dapat dilepaskan dari SDGs. Beberapa SDGs yang relevan dengan ekonomi hijau antara lain, energi bersih dan terjangkau (SDG 7), pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (SDG 8), industri, inovasi, dan infrastruktur (SDG 9), kota dan komunitas yang berkelanjutan (SDG 11), konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (SDG 12), aksi iklim (SDG 13), dan kehidupan di darat (SDG 15).
Pemerintah telah memperkenalkan Green Sukuk sebagai solusi pembiayaan alternatif untuk mencapai SDGs.
Dana yang terkumpul dari Green Sukuk ini dialokasikan untuk proyek-proyek ramah lingkungan dengan tujuan mengurangi emisi GRK.
Dari tahun 2018 hingga 2023, telah diterbitkan Green Sukuk global senilai 6,9 miliar dollar AS melalui 10 penerbitan.
Dari total penerbitan tersebut, 5 miliar dollar AS merupakan sukuk global, 1,5 miliar dollar AS berupa sukuk ritel, dan 0,5 miliar dollar AS adalah sukuk berbasis proyek.
Berdasarkan laporan dari Kementerian Keuangan, lebih dari 85 persen dari total pendanaan yang diterima disalurkan ke tiga sektor utama: transportasi berkelanjutan (sustainable transport), ketahanan terhadap perubahan iklim (resilience to climate change), dan manajemen air serta pengelolaan air limbah yang berkelanjutan (sustainable water and wastewater management).
Sisanya dialokasikan ke berbagai sektor lain, termasuk energi terbarukan (renewable energy), konversi energi dan manajemen sampah (waste to energy and waste management), bangunan hijau (green building), dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan (sustainable management of natural resources).
Beberapa skema yang dapat ditekankan antara lain kemitraan antara pemerintah dan swasta (public-private partnership) untuk berbagi risiko dalam pelaksanaan proyek.
Dalam hal ini, pemerintah bisa menawarkan insentif dan kemudahan regulasi untuk menarik investasi swasta.
Skema lain adalah dalam bentuk Climate Investment Funds, di mana terdapat kelolaan dana abadi yang didedikasikan untuk mendukung proyek-proyek berbasis ekonomi hijau.
Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia (Indonesia Climate Change Trust Fund/ICCTF) dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dapat diperbesar peranannya untuk pembiayaan ekonomi hijau.
Hal ini termasuk memperbesar dana kelolaan untuk meningkatkan manfaat bagi proyek ekonomi hijau.
Terakhir, sistem crowdfunding dapat memungkinkan masyarakat terlibat langsung dalam pembiayaan proyek ekonomi hijau.
Platform crowdfunding khusus bisa dibuat untuk proyek-proyek hijau, di mana individu dapat berinvestasi dalam energi terbarukan dan konservasi lingkungan.
Transisi menuju ekonomi hijau di Indonesia adalah langkah penting untuk mengurangi emisi dan mendukung SDGs.
Dengan memanfaatkan skema pembiayaan inovatif seperti Green Sukuk, kemitraan publik-swasta, atau skema inovatif lain, diharapkan dapat mengatasi tantangan investasi untuk ekonomi hijau.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya