Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/06/2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim) Fathur Roziqin Fen mengatakan, ormas atau organisasi keagamaan yang menggarap tambang menjadi ahli waris kerusakan lingkungan dan konflik yang selama ini terjadi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Regulasi yang diteken pada 30 Mei 2023 tersebut memuat aturan baru yang memberikan izin kepada ormas dan organisasi keagamaan untuk mengelola pertambangan.

Baca juga: PP Ormas Kelola Tambang Mengingkari Semangat Transisi Energi

Aturan itu tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas.

Fathur menuturkan, selama ini ada banyak kerusakan lingkungan dan pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan.

Selain itu, operasi pertambangan juga telah memicu berbagai konflik agraria dan tenurial di kawasan hutan, di mana banyak yang sampai sekarang belum selesai.

"Kami ingatkan seluruh publik bahwa ada risiko yang sudah terjadi sebelumnya (akibat aktivitas tambang). Penyusul (penggarap tambang) berikutnya ini akan menjadi ahli waris kerusakan lingkungan," kata Fathur dalam media briefing dari Walhi yang diikuti secara daring, Kamis (13/6/2024).

Baca juga: Bukan Garap Tambang, Ormas Seharusnya Serukan Koreksi Ekonomi Ekstraktif

Menurut catatan Walhi Kaltim, aktivitas pertambangan di sana menyulut berbagai konflik lahan dengan masyarakat lokal.

Sedangkan dampak lingkungannya meliputi deforestasi, degradasi lahan, pencemaran sungai, emisi debu dan gas, hancurnya habitat alami spesies, hingga kerusakan ekosistem laut.

Fathur menambahkan, mayoritas industri pertambangan juga tidak menunjukkan komitmen yang baik pasca-tambang. Lahan-lahan bekas aktivitas tambang banyak yang dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya pemulihan, reklamasi, dan lain sebagainya.

"Ditambah lagi pemain baru yang juga sebenarnya punya risiko yang sama. Sekalipun dia masuk di ruang industri yang sudah lama merusak lingkungan dan warga yang ruang hidupnya dirampas," tutur Fathur.

Baca juga: Akademisi UGM: Sangat Tak Lazim Ormas Terima Konsesi Tambang

Kepala Divisi Kampanye Walhi Fanny Tri Jambore mengatakan, ormas atau organisasi keagamaan yang diberi konsesi tambang akan menjadi bemper dalam kerusakan lingkungan.

Pasalnya, dalam PP tersebut, ormas atau organisasi keagamaan akan diprioritaskan menggarap lahan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)

Padahal, kata Fanny, konflik dan kerusakan di lahan PKP2B sudah terjadi, baik yang sudah digarap ataupun belum digarap.

Fanny berujar, dari sudut pandang pemerintah, semakin banyak yang terlibat dalam industri ekstraktif tersebut maka akan memicu produksi yang lebih besar.

"Apalagi menggunakan nama ormas, ini memungkinkan menjadi justifikasi aktivitas tambang," tutur Fanny.

Baca juga: Wahi: Izin Tambang Ormas Bakal Jadi Bancakan Pemain Lama

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau