Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo-Gibran Didesak Evaluasi Industri Tambang, Penyebab Konflik Sosial dan Degradasi Lingkungan

Kompas.com - 26/06/2024, 19:45 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Greenpeace Indonesia mendesak pemerintahan baru periode 2025-2029 untuk mengevaluasi kebijakan ekonomi ekstraktif, khususnya industri tambang, dan beralih ke ekonomi hijau.

Sebab, industri pertambangan yang digadang sebagai salah satu pilar ekonomi Indonesia, ternyata belum mampu menciptakan efek positif terhadap kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan merata.

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan, sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini, pertambangan disebut menjanjikan, karena salah satunya dapat menumbuhkan lapangan pekerjaan.

Baca juga: 5 Tim Siap Adu Gagasan Pertambangan Berkelanjutan Kompetisi OlympiAR

"Padahal kalau kita bedah, sebenarnya sumbangan (industri pertambangan) kepada lapangan kerja Indonesia tidak terlalu besar. Ada juga cost-nya, bahwa ada degradasi lingkungan, konflik sosial, dan penurunan kualitas hidup di banyak tempat," ujar Leo.

Hal itu disampaikan dalam Diskusi dan Peluncuran Riset "Industri Pertambangan vs Nasib Ekonomi Hijau Pemerintahan Prabowo-Gibran” di Jakarta, Rabu (26/6/2024).

Ia menyebut, masih ada 7,2 juta orang tercatat sebagai pengangguran per Februari 2024.

Meski angka pengangguran terbuka menurun lebih dari 600.000 orang dari tahun sebelumnya, sekitar 60 persen jumlah pekerja saat ini bekerja di sektor informal.

Hal itu menandakan sektor industri pertambangan, belum mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat.

Riset industri pertambangan

Dalam riset terbaru Greenpeace Indonesia bersama Center of Economics and Law Studies (Celios) berjudul Kesejahteraan Semu di Sektor Ekstraktif yang dirilis Rabu (26/6/2024), fakta dan data dari industri pertambangan dikaji.

Riset tersebut menemukan bahwa desa-desa yang menjadikan pertambangan sebagai sektor utama perekonomiannya, kerap menghadapi tantangan untuk mengakses kesejahteraan.

Seperti memiliki pendidikan lebih rendah, kesulitan air bersih dan akses ke layanan kesehatan, rentan terhadap bencana alam, hingga mengalami hambatan pengembangan usaha kecil dan mikro.

Baca juga: Segitiga Litium, Obral Izin Pertambangan, dan Kehidupan Warga Adat

Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa sektor industri ekstraktif, utamanya pertambangan, membawa dampak sosial dan lingkungan yang tak bisa diabaikan.

Secara umum, grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia memang meningkat di atas 5 persen. Namun, ketimpangannya masih tinggi.

Adapun faktor lingkungan seperti pencemaran udara dan laut di Indonesia, masih menempati posisi teratas dunia dalam beberapa waktu terakhir.

Hal itu, berdampak pada pemanasan global, hingga berbagai bencana seperti banjir, longsor, cuaca tak menentu, dan kekeringan ekstrem. Situasi tersebut membuat adanya urgensi kajian dan evaluasi terhadap kebijakan ekonomi saat ini.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Cabut Izin PT Daeri Rima Mineral karena Berpotensi Rusak Lingkungan
KLH Cabut Izin PT Daeri Rima Mineral karena Berpotensi Rusak Lingkungan
Pemerintah
Ikan Badut Selamatkan Diri dari Gelombang Panas dengan Menciut
Ikan Badut Selamatkan Diri dari Gelombang Panas dengan Menciut
Pemerintah
KKP Dorong Penataan Ruang Laut Demi Keberlanjutan Ekosistem
KKP Dorong Penataan Ruang Laut Demi Keberlanjutan Ekosistem
Pemerintah
Bahlil Minta Kontraktor Migas Ikut Garap Fasilitas Penangkap Karbon
Bahlil Minta Kontraktor Migas Ikut Garap Fasilitas Penangkap Karbon
Pemerintah
Selesai Rehabilitasi, 5 Orangutan Dilepasliarkan di Hutan Kalimantan Tengah
Selesai Rehabilitasi, 5 Orangutan Dilepasliarkan di Hutan Kalimantan Tengah
Pemerintah
Menteri LH Minta Stop Impor Plastik 'Virgin', Perluas Tanggung Jawab Produsen
Menteri LH Minta Stop Impor Plastik "Virgin", Perluas Tanggung Jawab Produsen
Pemerintah
4 Juta Hektare Area Riau Berubah Jadi Lahan Sawit, Ancam Biodiversitas
4 Juta Hektare Area Riau Berubah Jadi Lahan Sawit, Ancam Biodiversitas
Pemerintah
Anggrek Baru Ditemukan di Kalimantan, Bukti Besarnya Potensi Hutan
Anggrek Baru Ditemukan di Kalimantan, Bukti Besarnya Potensi Hutan
Pemerintah
DLH Jakarta Minta Warga Tak Buang Limbah Hewan Kurban Sembarangan
DLH Jakarta Minta Warga Tak Buang Limbah Hewan Kurban Sembarangan
Pemerintah
Mengoptimalkan Panas Bumi untuk Akselerasi Energi Terbarukan
Mengoptimalkan Panas Bumi untuk Akselerasi Energi Terbarukan
Pemerintah
Jurus KLH Atasi Polusi Udara Jabodetabek di Tengah Musim Kemarau
Jurus KLH Atasi Polusi Udara Jabodetabek di Tengah Musim Kemarau
Pemerintah
Dukung Swasembada, Pupuk Indonesia Perkuat Kolaborasi Sektor Energi Rendah Karbon
Dukung Swasembada, Pupuk Indonesia Perkuat Kolaborasi Sektor Energi Rendah Karbon
BUMN
Wujudkan Swasembada, Pupuk Indonesia Perkuat Kolaborasi Sektor Energi Rendah Karbon
Wujudkan Swasembada, Pupuk Indonesia Perkuat Kolaborasi Sektor Energi Rendah Karbon
BUMN
Mengapa Lamun Penting untuk Tangkal Perubahan Iklim?
Mengapa Lamun Penting untuk Tangkal Perubahan Iklim?
LSM/Figur
Ilmuwan Ungkap, Hidrogen Tersembunyi Bisa Pasok Energi 170.000 Tahun
Ilmuwan Ungkap, Hidrogen Tersembunyi Bisa Pasok Energi 170.000 Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau