Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/06/2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Dalam laporan terbarunya, ASEAN Centre for Energy (ACE) merekomendasikan mempertahankan batu bara sebagai salah satu sumber energi yang penting dengan penggunaan teknologi penangkap dan penyimpang karbon (CCS/CCUS).

Rekomendasi tersebut disampaikan ACE dalam laporan terbarunya Assessment of the Role of Coal in the Asean Energy Transition and Coal Phase-Out yang dirilis pada Mei 2024.

Di sisi lain, lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menyampaikan, mempertahankan batu bara sebagai sumber energi malah akan meningkatkan berbagai risiko di ASEAN.

Baca juga: Waspadai Risiko Greenwashing dari PLTU Batu Bara Captive

IESR menyebutkan, teknologi CCS/CCUS tidak dipandang sebagai teknologi yang andal dan berbiaya murah untuk menekan emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Penggunaan CCS/CCUS di PLTU batu bara juga tidak efektif menangkap karbon, berbiaya tinggi, dan berisiko tinggi secara finansial.

IESR memandang, mempertahankan PLTU batu bara akan membuat negara-negara ASEAN dalam siklus jebakan karbon dalam jangka panjang dan menyulitkan transisi ke energi bersih.

Selain itu, mempertahankan PLTU batu bara akan meningkatkan emisi karbon, meningkatkan risiko aset mangkrak dari energi fosil, dan potensi ekonomi biaya tinggi.

Baca juga: PLTU Captive Tantangan Utama Dekarbonisasi Ketenagalistrikan Indonesia

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, mempertahankan operasi PLTU dan melanggengkan ketergantungan sejumlah negara ASEAN untuk mengimpor batu bara merupakan saran yang tidak bijak.

"Implikasinya adalah terhambatnya akselerasi energi terbarukan yang lebih murah, terjangkau, dan rendah risiko untuk menurunkan emisi karbon dalam rangka mencegah kenaikan temperatur di atas 1,5 derajat celsius," kata Fabby dikutip dari siaran pers, Rabu (26/6/2024).

Fabby menambahkan, keinginan mempertahankan PLTU batu bara bertentangan dengan pandangan lebih dari 60 persen warga negara anggota ASEAN yang menolak pembangunan PLTU baru dan menginginkan untuk pengakhiran secara bertahap PLTU sesuai survei ISEAS pada 2022.

"Jika ASEAN tetap bergantung batu bara, jelas akan menimbulkan keraguan terhadap komitmen kepemimpinan ASEAN dalam mitigasi perubahan iklim," jelas Fabby.

Baca juga: Percepatan EBT dan Pensiun PLTU Akhiri Beban Subsidi Setrum Negara

Manajer Riset IESR Raditya Wiranegara mengungkapkan, ASEAN perlu serius mengejar target pengembangan energi terbarukan, dengan bauran sebesar 57 persen pada 2030 dan 90-100 persen pada 2050.

Raditya menyampaikan, manfaat ekonomi dari batu bara akan tergerus seiring dengan berjalannya transisi energi yang mengedepankan energi terbarukan di berbagai negara.

"Komitmen pengakhiran operasional PLTU batu bara secara dini dan terencana yang diambil negara anggota ASEAN justru akan menarik investasi terhadap pengembangan energi terbarukan," jelas Raditya.

Raditya menilai, usulan laporan ACE yang menempatkan batu bara sebagai bahan bakar transisi dalam sistem energi ASEAN dapat mengaburkan komitmen negara anggota ASEAN di dalam komitmen bersama terhadap Persetujuan Paris.

Selain itu, rekomendasi tersebut juga mengirimkan sinyal campuran ke iklim investasi energi terbarukan di kawasan ini sehingga dapat mengurangi minat investasi dalam pengembangan energi terbarukan.

Baca juga: PLN: Co-Firing PLTU Manfaatkan Limbah Biomassa

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

LSM/Figur
Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Pemerintah
Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Swasta
Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

LSM/Figur
Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Pemerintah
Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Swasta
IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau