KOMPAS.com - Argentina, Chile, dan Bolovia merupakan negara-negara yang memiliki cadangan litium terbesar di dunia.
Oleh karenanya, ketiga negara ini dijuluki Lithium Triangle atau Segitiga Litium.
Litium alias emas putih merupakan logam yang dianggap sebagai kunci dalam transisi menuju nol emisi.
Dia digunakan dalam baterai mobil listrik, penting perannya bagi energi matahari dan angin, dan masih banyak lagi.
Namun untuk mengekstraksinya, tambang lithium sangat menyedot air. Ketika negara-negara atau korporat raksasa paling berkuasa di dunia semakin memandang Lithium Triangle sebagai bagian penting dari rencana mereka, banyak yang khawatir akan pencarian dan eksplorasinya.
Baca juga: Dorong Hilirisasi, PLN Tambah Daya Listrik Industri Nikel di Kaltim
Penambangan litium pun diartikan sebagai aktivitas yang mengorbankan kekuatan hidup yang telah menopang penduduk asli di wilayah tersebut selama berabad-abad.
Contohnya, penduduk asli Kolla, Irene Leonor Flores de Callata, yang telah menghabiskan waktu berabad-abad mendaki jauh ke pegunungan di Argentina utara untuk mencari bahan sederhana: air minum segar.
Saluran air kering yang mengelilingi kota mereka secara intrinsik terhubung dengan hamparan garam putih di bawahnya. Laguna bawah tanah dengan perairan yang dipenuhi bahan yang kemudian dikenal sebagai litium.
“Kami akan kehilangan segalanya,” kata Flores de Callata, saat ia berjalan di sepanjang dasar sungai yang kering, membimbing kawanan llama dan domba melintasi hamparan gurun.
“Apa yang akan kami lakukan jika kami tidak punya air? Jika peranjau datang, kami akan kehilangan budaya. Kami tidak akan punya apa-apa lagi," cetusnya.
Di sini, di salah satu lingkungan paling gersang di dunia, air adalah kekuatan kehidupan yang menopang segalanya.
Harga litium diketahui melejit tiga kali lipat antara kurun 2021-2023. Untuk satu ton litium di pasar Amerika Serikat, mencapai angka tertinggi sebesar 46.000 dollar AS per ton, seperti diungkap dalam Laporan Survei Geologi Amerika Serikat.
Sementara di China, yang merupakan pelanggan utama litium, harga satu ton mencapai 76.000 dolar AS pada puncaknya tahun lalu.
Baca juga: ESDM Sebut Motor Listrik Mampu Tekan Emisi 40 Persen
Namun, ketika harga-harga telah merosot, para pemimpin, eksekutif pertambangan, dan perusahaan dari seluruh dunia mulai mengalihkan perhatian mereka.
Dari AS dan China, mereka memandang gurun tandus di kawasan ini sebagai sumber kekayaan dan mesin untuk mendorong transisi menuju energi ramah lingkungan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya