JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala dalam pengembangan industri hijau.
Pasalnya, dari lima faktor yang emisinya harus dikurangi, pengembangan industri hijau mencakup tiga hal.
Pertama, proses industri dan penggunaan produk atau industrial processes and product use (IPPU), kedua energi (energy), dan ketiga limbah/sampah (waste).
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian Kemenperin Andi Rizaldi menjelaskan, keseluruhan industri memiliki tanggung jawab untuk mengurangi emisi dari tiga sektor, sesuai Kesepakatan Paris.
Baca juga: Smart Pumping, Upaya Konservasi Sumber Daya Air dalam Pemenuhan Standar Industri Hijau
"Jadi, yang namanya industri pasti tidak terlepas dari proses industri dan bahan baku, energi, dan limbah. Nah, ketiga faktor tadi itu merupakan PR dari komitmen kami terhadap Kesepakatan Paris atau Paris Agreement pada 2015," ujar Andi dalam Talkshow Circular Approach to Accelerate Industrial Decarbonization di acara Green Economy Expo 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (4/7/2024).
Dalam Paris Agreement, Pemerintah Indonesia melalui Enhanced Nationally Determined Contributions (ENDC) telah meningkatkan ambisinya dalam komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
Semula, target penurunan emisi GRK Indonesia dengan kemampuan sendiri adalah 29 persen dan dengan bantuan internasional sebesar 41 persen pada 2030.
Kemudian, target ini berubah menjadi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri da 43 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
Andi juga menjelaskan, industri hijau merupakan industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.
Sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.
Baca juga: Tingkatkan Daya Saing Nasional, Industri Hijau Perlu Digenjot
Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN), telah diamanatkan bahwa setiap industri harus melakukan efisiensi dari sumber daya.
“Jadi, dari bahan baku dicari yang memang efisien, karena prinsipnya untuk industri itu atau pelaku usaha, kan, profit. Jadi, semakin efisien bahan bakunya, semakin besar profitnya," tutur Andi.
Namun demikian, bahan baku tersebut juga dituntut harus memperhatikan sisi faktor lingkungan hidup.
“Jadi, bahan bakunya sekarang mungkin dicari yang lebih environment friendly dan limbahnya lebih sedikit. Limbah lebih sedikit juga akan kembali kepada profit,” terang Andi.
Dia mengungkapkan, ada salah satu perusahaan tekstil atau garmen yang sudah melakukan daur ulang dari limbah perusahaan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya