Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/07/2024, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah Norwegia, sebagai anggota International Partners Group (IPG) untuk Just Energy Transition Partnership (JETP), mendukung pengurangan emisi Indonesia yang ambisius untuk mencapai target net zero emission (NZE).

Menteri Energi Norwegia Terje Aasland mengatakan, Indonesia perlu menerapkan kebijakan dan kerangka kerja yang ketat mengenai emisi gas rumah kaca dan standar lingkungan.

Selain itu, penting juga untuk menyoroti peran utama perusahaan dalam mengenali peluang untuk solusi ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Baca juga: Karena AI, Emisi Karbon Google Meroket 48 Persen

"Saya menantikan ambisi pemerintah Indonesia untuk mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat, dengan fokus pada sektor energi," kata Aasland dalam seminar Norway and Indonesia Energy Seminar and Business Exchange on Green Transition, Selasa (2/7/2024), sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com.

Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Bambang Brodjonegoro menuturkan, meski Indonesia bergantung pada batu bara, peralihan ke energi terbarukan sangat penting.

Pasalnya, Indonesia berkomitmen terhadap Persetujuan Paris. Dia berharap, Indonesia dapat belajar dari Norwegia dalam mengelola cadangan batu bara dan mempersiapkan transformasi ke energi terbarukan.

Bambang menambahkan, ada tiga hal yang harus dipersiapkan untuk transisi energi yaitu pengembangan energi terbarukan, pembangunan infrastruktur transmisi, dan menjadi produsen penyimpanan energi.

Baca juga: 70 Persen Emisi Karbon Indonesia Berasal dari Industri, Apa Solusinya?

"Dengan Norwegia, Indonesia dapat mengembangkan teknologi, serta membangun kemitraan komersial dan bisnis di bidang energi terbarukan dengan menyediakan pendanaan jangka panjang dan lebih murah," ujar Bambang.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, transisi energi memiliki implikasi yang signifikan terhadap industri bahan bakar fosil.

Hal tersebut termasuk menurunnya permintaan bahan bakar fosil dan meningkatnya tekanan dari pemerintah, investor, pelanggan, dan masyarakat untuk mengurangi emisi.

Baca juga: Energi Fosil Bikin Program Hilirisasi dan Bebas Emisi Tak Koheren

Oleh karena itu, para pelaku usaha, khususnya di sektor minyak dan gas, perlu memitigasi implikasi tersebut dengan menyesuaikan strategi operasi dan investasi guna mengatasi ketidakpastian permintaan dan teknologi saat ini dan di masa depan.

"Untuk membatasi suhu di bawah 1,5 derajat celsius negara-negara harus mengadopsi kebijakan dan langkah-langkah untuk mengurangi emisi dan meningkatkan ketahanan," ucap Fabby.

Hal ini, sambung Fabby, termasuk menerapkan pajak karbon, menyubsidi teknologi rendah karbon, dan menghapus infrastruktur bahan bakar fosil secara bertahap.

"Jika bisnis gagal melakukannya, maka membawa risiko terhadap reputasi mereka," jelas Fabby.

Baca juga: Booming Belanja Daring Bikin Emisi Penerbangan Meroket 25 Persen

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com