KOMPAS.com - FKS Group, perusahaan global pengolahan pangan dan pakan, terus menunjukkan komitmen terhadap bisnis keberlanjutan. Melalui berbagai inisiatif, FKS Group tidak hanya melakukan inovasi secara bisnis, namun juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan dan pengembangan masyarakat.
Salah satu upaya antara lain dengan mewujudkan energi hijau dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 420 kilowatt di pabrik tepung modern di Mojokerto, Jawa Timur yang berada di bawah naungan PT Padi Flour Nusantara (PFN).
Presiden Komisaris FKS Food, Grant Lutz dalam sambutan penandatanganan kerja sama PFN dan Xurya Daya Indonesia (11/7/2024) menyampaikan, kerja sama ini merupakan fase kedua setelah sebelumnya telah melakukan integrasi energi surya di pabrik tepung Bungasari Flour Mills, Medan, Sumatera Utara.
"Selain menerapkan standar yang tinggi dalam keamanan proses pangan, hari ini kami ingin melanjutkan komitmen SDG dari FKS dengan implementasi panel surya di salah satu unit bisnis kami," ungkap Grant.
"Sebelumnya kami telah melakukan instalasi PLTS sebesar 2,4 megawatt di Bungasari Floyr Mills, Medan. Total kami akan mengimplementasikan (PLTS) sekitar 8 megawatt hingga akhir tahun 2024 dengan target keseluruhan 10 megawatt di tahun 2025," jelas Grant.
Dalam kesempatan sama, Group Chief Operating Officer FKS Group, Agung Cahyadi Kusumo menegaskan FKS memiliki misi besar yang tertuang dalam empat pilar yakni (1) keamanan dan ketahanan pangan, (2) pengelolaan lingkungan, (3) lingkungan kerja sehat, aman, dan nyaman; serta (4) pengembangan masyarakat.
"Komitmen terkait pilar kedua, pengelolaan lingkungan, inilah yang pada hari kita akan resmikan. Komitmen FKS bukan hanya sesaat tetapi juga berkesinambungan. Kita ingin membangun bisnis yang berkelanjutan," tegas Agung.
"Pembangunan pembangkit listrik tenaga surya merupakan komitmen kami. Kami ingin terus mereduksi emisi karbon. Target kami tahun 2030 setidaknya FKS Group mampu mereduksi 20 persen emisi karbon," jelasnya.
Baca juga: Hari Kebaya Nasional 2024, Momentum Kebangkitan Kebaya untuk SDG
Chief Executive Officer PT. Padi Flour Nusantara, Po Indarto Gondo dalam acara peresmian operasional pembangkit listrik panel surya di Padi Flour Nusantara, Mojokerto, Jawa Timur, menegaskan instalasi PLTS bukan semata soal efisiensi biaya produksi.
"Dengan mengintegrasikan tenaga surya ke dalam bauran energi, kami tidak hanya mengurangi dampak lingkungan. Inisiatif ini merupakan langkah penting dalam perjalanan kami menuju pencapaian netral karbon," ungkap Gondo.
Dengan menggunakan energi hijau ini, lanjut Gondo, secara langsung akan berdampak pada efisiensi biaya. "Kedua akan berdampak terhadap lingkungan, di mana lingkungan kita akan semakin bersih," jelas Gondo.
"Ketiga, PT PFN akan menjadi trend setter dan role model bagi industri lain dalam menerapkan bisnis berkelanjutan. Tahap ini PFN akan join dengan 420 kilowatt yang akan mengakomodasi sekitar 20 persen dari kebutuhan energi," tambahnya.
Selain di PT PFN, fase kedua dari inisiatif ini akan memasang tambahan tiga megawatt di tujuh area operasi; Balaraja dan Cilegon (Banten), Gunung Putri (Bogor), Sragen (Jawa Tengah), Surabaya dan Mojokerto (Jawa Timur), dan Makassar.
Fase kedua ini diharapkan dapat mengurangi lebih banyak lagi karbon, dengan pengurangan diperkirakan sebesar 3,4 juta kg CO2 per tahun.
Sementara fase ketiga akan mencakup instalasi lima megawatt dan diharapkan akan mengurangi emisi karbon hingga 5.8 juta kg CO2, menjadikan total kontribusi FKS Group terhadap pengurangan emisi karbon sangat signifikan, yaitu 11,2 juta kg CO2 per tahun.
Managing Director kata Xurya Daya Indonesia, Eka Himawan menyampaikan, energi bersih terbarukan energi surya tidak hanya menguntungkan bagi bisnis dalam mengurangi biaya operasional namun juga meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan.
"Kami harap langkah FKS Group dalam menggunakan PLTS atap dapat menginspirasi perusahaan-perusahaan lainnya untuk turut mendukung upaya mitigasi perubahan iklim," pungkasnya.
Baca juga: Bertemu Presiden Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, Gibran Bahas SDG
Selain penggunaan energi hijau PLTS, program "Tempe Park" merupakan contoh lain komitmen FKS Group terhadap keberlanjutan dalam memberdayakan petani kedelai dan pengrajin tempe.
Program ini bertujuan meningkatkan nilai tambah kedelai lokal dan memberdayakan petani tempe. Sebuah mimpi untuk menjadikan tempe, komoditas pangan lokal Indonesia, menjadi sama terkenal seperti kopi Indonesia yang mendunia.
"Saat ini banyak generasi muda Indonesia bangga menjadi barista kopi, tetapi tidak banyak yang ingin menjadi pengrajin tempe. Kenapa? Ini contoh, kita ingin melestarikan potensi Indonesia. Kita ingin membawa produk-produk lokal kita ke tingkat global," ungkap Agung, COO FKS Group.
Diluncurkan pada tahun 2021, Tempe Park menjadi pusat penelitian dan pengembangan (Litbang) seluas 5,8 hektar di Jawa Barat yang berfokus pada pelaksanaan kegiatan penelitian bahan baku, proses produksi, dan produk jadi tempe.
"Kalau kita bicara tempe," lanjut Agung, "tempe bisa dibuat sampai krim muka. Banyak sekali nilai tambah yang bisa kita lakukan dalam investasi riset dan penelitian ini. Salah satu fokus utama kita adalah juga pemberdayaan masyarakat Indonesia melalui UMKM dan pengrajin pangan lokal."
FKS Group bekerja sama dengan para petani untuk menanam kedelai berkualitas tinggi, yang kemudian diolah menjadi tempe dan produk kedelai lainnya.
FKS Group melalui Tempe Park setidaknya telah menggandeng 100 ribu pengrajin tempe untuk terus mengedukasi dalam melakukan produksi tempe berkualitas dengan teknologi terkini yang efisien, lebih aman, dan higienis.
"Contoh, riset dan penelitian kami berhasil membantu pengrajin tempe dalam mempercepat proses produksi tempe dan juga penghematan dalam penggunaan air mulai 50 hingga 70 persen," jelas Agung.
Chief Executive Officer PT. Padi Flour Nusantara, Po Indarto Gondo menambahkan, Tempe Park tidak hanya menghasilkan produk berkualitas, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Gondo menyampaikan, melalui koperasi FKS Group menyerap hasil produksi tempe yang dibuat petani dan UMKM untuk kemudian dibantu dalam pemasaran. "Kripik-kripik tempe yang dihasilkan kita serap dan kita ekspor atau masuk di supermarket dan retail," jelasnya.
"Jadi kontribusi FKS Group bukan sekadar donasi namun lewat transfer nilai, transfer ilmu, untuk memberdayakan masyarakat," ujar Gondo.
Baca juga: Isuzu Umumkan Pemenang Kompetisi Desain Poster Bertemakan SDG 2030
Dalam media tour yang digelar FKS Group di Mojokerto, Jawa Timur, Kompas.com dan beberapa media lain sempat mengamati praktik baik proses produksi berkelanjutan yang dijalankan PT Padi Flour Nusantara (PFN).
Production Dept Head PFN, Andrian, dalam kesempatan tersebut menegaskan, PFN, penghasil tepung beras dan ketan "Bola Deli", merupakan pelopor proses otomasi dalam industri tepung, mulai dari proses penerimaan bahan baku hingga pengemasan.
Meski demikian, lanjut Andrian, PFN yang telah mengantungi sertifikasi FSSC 2200 untuk standar sistem keamanan pangan, tetap menjalankan sistem berkelanjutan ramah lingkungan di dalam proses produksinya.
Dengan minimnya kontak manusia, diharapkan kontaminasi terhadap hasil produksi pangan PFN tidak terjadi sehingga menjadi lebih aman dan higienis.
Salah satu implementasinya adalah kolam ikan nila merah yang digunakan sebagai indikator biologis untuk memastikan proses water waste treatment di PFN berjalan dengan baik.
"Kami sengaja menggunakan ikan nila merah dan bukan lele karena seperti kita ketahui lele sangat kuat dalam beradaptasi. Sebaliknya, ikan nila merah dikenal sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga kita jadikan indikator biologis guna memastikan water waste treatment berjalan dengan baik," jelasnya.
Praktik baik produksi berkelanjutan lain yang dijalankan PFN adalah penggunaan palet plastik hitam sebagai alas dalam penyimpanan produk. Palet plastik ini merupakan hasil daur ulang dari sampah plastik di lingkungan PFN.
"Jadi kami mengirimkan limbah sampah plastik kami ke pihak ketiga untuk kemudian dicetak menjadi palet warna hitam sebagai komitmen kami untuk melakukan daur ulang dalam proses produksi. Harapannya nanti seluruh palet dalam gudang penyimpanan kami akan digantikan dengan palet hitam daur ulang," ungkapnya.
Tidak cukup sampai di situ, lanjut Andrian, seluruh forklift yang digunakan dalam area PFN seluruhnya merupakan EV (electric vehicle) atau kendaraan listrik.
"Bukan hanya lebih ramah lingkungan, namun juga forklift bertenaga listrik ini tanpa emisi atau asap, sehingga sesuai dengan komitmen kami menghadirkan produk pangan yang tidak hanya berkualitas namun terjamin aman dan higienis dalam proses produksinya," jelas Andrian.
Baca juga: SDG Academy Indonesia dan UNDP Akhiri Rangkaian Dialog Ekonomi Sirkular
Po Indarto Gondo, CEO PFN kembali menegaskan, berbagai upaya keberlanjutan dalam produksi yang dijalankan PFN menjadi pesan dan contoh bagi dunia industri bahwa praktik baik ini sangat mungkin diimplementasikan.
"Kita sebagai pelopor ingin menunjukkan bahwa praktik ESG dapat dilakukan untuk memberikan dampak lebih baik bagi masyarakat dan lingkungan sekitar," tutup Gondo.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya