BOGOR, KOMPAS.com - Negara-negara di Asia Tenggara terutama yang tergabung dalam ASEAN merupakan rumah bagi hutan mangrove paling luas dan beragam di dunia, salah satunya Indonesia.
Meski begitu, sebagai negara yang memiliki kekayaan mangrove, Indonesia juga tengah menghadapi tantangan atau ancaman deforestasi yang cukup besar dan terbilang serius.
Padahal, fungsi ekologis mangrove berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. Begitu pula jika dimanfaatkan dengan benar akan memberikan nilai ekonomi.
Baca juga: Lawan Abrasi, Dompet Dhuafa-Walhi Tanam 1.000 Mangrove di Pulau Pari
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengupayakan kebijakan baru untuk mendorong perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan.
Upaya tersebut diwujudkan melalui ajakan kolaborasi pengelolaan ekosistem mangrove dalam pertemuan ASEAN Senior Officials on Forestry (ASOF) ke-27 di Puncak, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/7/2024).
Pertemuan yang rutin diadakan setiap tahun sekali ini dihadiri perwakilan dari negara-negara ASEAN dan mitra organisasi internasional.
Tahun ini, Indonesia memimpin pengembangan strategi ASEAN untuk pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan.
Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove (RPDM) KLHK Inge Retnowati menyampaikan, mangrove punya nilai penting dalam pemenuhan komitmen global.
Baca juga: KTH Bakau Lestari Bisa Cuan dari Menanam Mangrove di Jambi
Nilai penting mangrove tersebut utamanya terhadap upaya perlawanan perubahan iklim karena kapasitas simpanan karbon yang sangat tinggi.
"Awareness terhadap hal tersebut, negara ASEAN perlu duduk bersama menyusun apa yang bisa dilakukan, karena kita ada di dalam satu kawasan regional," kata Inge dalam konferensi pers di Bogor.
Dia menambahkan, ASEAN merupakan rumah bagi 34 persen mangrove dunia.
"Dengan satu regional ini, kita harus melakukan sesuatu, harus kuat, solid, sehingga kemudian strategi ini disusun bersama. Kolaboratif strategi untuk diimplementasikan bersama-sama," sambungnya.
Dalam pertemuan itu, pemahaman dan kesadaran masyarakat menjadi faktor yang penting terhadap perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove.
Baca juga: 1.500 Mangrove Ditanam di Instalasi Tambak Silvofishery Maros
Dengan begitu itu, strategi pengelolaan ekosistem mangrove akan berjalan secara baik dan berkelanjutan.
"Kita enggak bisa hanya punya ekosistem yang baik, sementara masyarakatnya juga menjadi bagian penting. Sehingga kita harus memikirkan betul manfaat sosial ekonomi terbaik bagi masyarakat," ujarnya.
Menurut Inge, pengelolaan ekosistem mangrove tidak bisa dikerjakan sendiri, melainkan perlu melibatkan berbagai sektor lain termasuk masyarakat.
Oleh karenanya, semua negara di ASEAN harus mengintervensi lewat kolaborasi demi mewujudkan misi pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di Kawasan Asia Tenggara.
"Satu negara tidak bisa kerja sendiri, kita harus jadi satu, sama-sama kolaborasi. Jadi kerja bersama menyusun strategi ini dengan pola yang sistematik, hingga kita punya strategi untuk kita turunkan menjadi panduan kerja aksi di tingkat yang lebih teknis," ungkapnya.
Baca juga: Kegagalan Rehabilitasi Mangrove Capai 79 Persen, Perlu Pendekatan Khusus
Adapun target capaian strategi tersebut salah satunya adalah profiling ekosistem mangrove ASEAN yaitu untuk mengetahui dan mengukur kondisi mangrove.
Target lainnya yakni implementasi dan saling berbagi hasil praktik terbaik yang telah dicapai dalam upaya konservasi, perlindungan, maupun restorasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan.
Selain itu, target lainnya adalah peningkatan tata kelola ekosistem mangrove di setiap negara ASEAN.
Luasan mangrove juga ditarget dapat dipertahankan atau adanya penambahan luasan kawasan mangrove di tiap negara anggota ASEAN.
Baca juga: Kegagalan Rehabilitasi Mangrove Capai 79 Persen, Perlu Pendekatan Khusus
Inge menyebutkan, Indonesia mendukung pengelolaan mangrove melalui pelaksanakan kegiatan rehabilitasi dengan target 600.000 hektare pada 2030.
Secara regulasi, kata dia, Indonesia juga sudah menyusun draf peraturan pemerintah mengenai pengelolaan ekosistem mangrove serta mendorong peran berbagai pihak dalam upaya rehabilitasi dan pemanfaatan kawasan mangrove.
Melalui kolaborasi itu, Inge berharap strategi tersebut bisa diterima secara formal oleh semua negara ASEAN untuk diimplementasikan dalam jangka panjang.
Inge memaparkan, tujuan utamanya adalah tercipta satu pemahaman bahwa mangrove adalah sesuatu yang penting karena menjadi ekosistem yang krusia.
"Sehingga itu bisa dituangkan secara formal dalam sebuah kesepakatan di tingkat regional ASEAN. Rinciannya saling belajar ada platform untuk berbagi, ada percontohan yang kita bangun mulai dari upaya kita punya institusi khusus rehabilitasi mangrove, penyusunan draf regulasi," pungkasnya.
Baca juga: Tanam Mangrove Secara Masif Jadi Upaya Lindungi Pesisir
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya